Banjar, kesultanan / Prov. Kalimantan Selatan

 كسلطانن بنجر


Kesultanan Banjar: 1520  – 1860.
Terletak di Prov. Kalimantan Selatan. Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin berdiri pada tahun 1520, dihapuskan sepihak oleh Belanda pada 11 Juni 1860. Namun rakyat Banjar tetap mengakui ada pemerintahan darurat/pelarian yang baru berakhir pada 24 Januari 1905.
Sejak 24 Juli 2010, Kesultanan Banjar hidup kembali dengan dilantiknya Sultan Khairul Saleh.

The Sultanate of Banjar: 1520 – 1860.  Located in the prov. of South Kalimantan. Abolished by the Dutch in 1860. Revival of the Sultanate in 2010.
For english,
click here

Provinsi Kalimantan Selatan


Kesultanan Banjar

* Foto kesultanan Banjar: link
* Foto penobatan sultan Banjar, desember 2010: link
* Video Penobatan Sultan Banjar, desember 2010: link
* Video Kesultanan Banjar: link


Garis kerajaan-kerajaan di Kalimantan: link


Foto kerajaan-kerajaan di Kalimantan

* Foto sultan dan raja yang masih ada di Kalimantan: link
* Foto raja2 di Kalimantan dulu: link
* Foto istana kerajaan di Kalimantan: link

* Foto Kalimantan dulu: link
* Foto perang belanda di Kalimantan, abad ke-19: link


KESULTANAN BANJAR

1  Terbentuk kembali kesultanan 2010
2
  Sejarah kesultanan Banjar
Daftar sultan 
4  Singgasana sultan Banjar
5  Sejarah Istana kesultanan Banjar
6 Kerajaan2 kecil dibawah kesultanan Banjar
7 Sumber / Source


Hidup kembali kesultanan 2010

Sejak 24 Juli 2010, setelah vakum 150 tahun, Kesultanan Banjar hidup kembali dengan dilantiknya:
Sultan (Raja Muda) Khairul Saleh Al-Mu’tashim Billah.

– Sumber pelantikan/ Source: link
– Sultan Khairul Saleh di Wiki: https://id.wikipedia.org/wiki/Khairul_Saleh


Sejarah kesultanan Banjar, 1520  – 1860

Sumber: https://www.kompas.com/stori/

Kesultanan Banjar merupakan salah satu kerajaan di Kalimantan yang bercorak Islam. Kerajaan Banjar berdiri pada 1520, dengan ibu kota terakhir di Kayu Tangi yang dikenal saat ini sebagai Martapura, Kalimantan Selatan.
Sultan pertama kerajaan Banjar adalah Raden Samudera yang bergelar Sultan Suriansyah. Pengaruh agama Islam dalam kesultanan Banjar sangat dominan dan tidak terlepas dari pengaruh Khatib Dayan dari kesultanan Demak. Hal ini terbukti dari peninggalannya yang berupa tiga masjid dengan ragam arsitektur menyerupai masjid agung Demak. Tiga masjid tersebut adalah masjid Kuin, Jami, dan Basirih. Selain itu, terdapat Undang-Undang Sultan Adam yang semuanya didasarkan pada hukum Islam.

Pada masa kejayaannya, kesultanan Banjar memiliki seorang ulama besar bernama Muhammad Arsyad Abdullah Al-Banjari (1710-1812 M). Ia dikirim untuk belajar ke Mekah dan Madinah selama beberapa tahun. Sekembalinya ke nusantara, Muhammad Arsyad Abdullah Al-Banjari mengajarkan agama Islam kepada masyarakat Banjar. Ia juga menulis kitab yang terkenal, yaitu Sabil Al-Muhtadin dan Khaz Al-Ma’rifah.

Kesultanan Banjar, 1813

Kesultanan Banjar, 1813

Sejarah

Terbentuknya kerajaan Banjar tidak lepas dari Negara Daha, kerajaan Hindu yang pernah berkuasa saat itu. Raja Negara Daha, Raden Sukarama, mewasiatkan takhta kerajaan kepada cucunya, Raden Samudera. Namun, anak Raden Sukarama, Pangeran Tumenggung, merebut takhta tersebut hingga memaksa Raden Samudera melarikan diri dan bersembunyi di daerah hilir Sungai Barito karena nyawanya terancam.
Dalam pelariannya, Raden Samudera membentuk kesepakatan dengan komunitas Melayu. Komunitas Melayu mau menjadi pelindung Raden Samudera asalkan mereka tidak perlu membayar upeti kepada Negara Daha.

Untuk merebut kembali takhtanya, Raden Samudera meminta bantuan kerajaan Demak. Sultan Demak setuju dengan permintaan tersebut, asalkan Raden Samudera dan pengikutnya mau memeluk Islam. Setelah sepakat, penyerangan dilakukan dan Raden Samudera berhasil merebut takhtanya kembali. Pada 1526, Raden Samudera memindahkan rakyat Negara Daha ke Kuin, Banjarmasin, sebagai pusat pemerintahan dan mengukuhkan dirinya sebagai penguasa kesultanan Banjar dengan gelar Sultan Suriansyah.

Sistem pemerintahan

Sistem pemerintahan kesultanan Banjar masih mengikuti Negara Daha, di mana jabatan raja diturunkan kepada golongan tutus (keturunan raja). Sedangkan jabatan tertinggi setelah raja, yaitu perdana menteri yang bergelar Mangkubumi, ditempati oleh golongan jaba (rakyat biasa yang berjasa besar terhadap kerajaan).
Dalam menjalankan tugasnya, Mangkubumi dibantu oleh bawahannya, yang terdiri dari penganan, pengiwa, gumpiran, dan panumping yang memiliki wewenang setara hakim dan jaksa. Di bawahnya ada jabatan mantri bumi, 40 mantri sikap, dan beberapa jabatan lain yang berwenang dalam bidang perdagangan, seni, keagamaan, dan logistik. Saudara raja diperbolehkan menjadi penguasa di daerah taklukan dengan gelar adipati. Akan tetapi, kekuasaannya berada di bawah Mangkubumi.

Masa kejayaan

Masa kejayaan kesultanan Banjar berada pada dekade pertama abad ke-17. Akibat perang Makassar menyebabkan para pedagang dari Somba Opu, Kesultanan Gowa, pindah ke Banjarmasin hingga menjadi bandar perdagangan besar. Komoditas perdagangan utamanya adalah lada hitam, madu, rotan, emas, intan, damar, dan kulit binatang. Pada masa ini pula Kesultanan Banjar tidak lagi membayar upeti kepada kesultanan Demak. Di saat yang sama, wilayah Kesultanan Banjar berhasil diperluas dengan menduduki Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai, Kahayan Hilir, Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam-Asam, Kintap, dan Swarangan.

Sultan Adam dari Banjarmasin bersama sultana Ratu Kemala Sari dan governor belanda, tahun 1852 di kereta sultan.

Perang Banjar 1859 dan berakhirnya kesultanan Banjar

Pada abad ke-18, terjadi perpindahan kekuasaan kepada Sultan Tamjidullah dengan mengangkat Pangeran Nata Dilaga sebagai sultan. Hal ini menyebabkan perpecahan di dalam kerajaan. Pangeran Amir meminta bantuan pamannya, Arung Tarawe, untuk menyerang kesultanan Banjar dengan pasukan orang Bugis.

Untuk memertahankan takhtanya, Pangeran Nata Dilaga meminta bantuan VOC. Meski pasukan orang Bugis berhasil dikalahkan, kesepakatan dengan VOC pada akhirnya merusak adat kerajaan dan menjadi salah satu penyebab pecahnya Perang Banjar pada 1859. Dalam perjalanannya, Pangeran Antasari diberi kepercayaan oleh Pangeran Hidayatullah untuk menghimpun kekuatan melawan Belanda. Namun, berbagai upaya perlawanan tidak berhasil hingga menyebabkan Pangeran Hidayatullah diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Dengan demikian, Pangeran Antasari diangka sebagai sultan kesultanan Banjar. Pada 1862, Pangeran Antasari meninggal dan takhtanya diteruskan oleh Sultan Seman, yang melanjutkan perlawanan terhadap Belanda. Akan tetapi, Sultan Seman meninggal pada 1905 dalam suatu pertempuran sehingga berakhirlah riwayat kesultanan Banjar.

Hidup kembali kesultanan

Sejak 24 Juli 2010, setelah vakum 150 tahun, kesultanan Banjar hidup kembali dengan dilantiknya: Sultan (Raja Muda) Khairul Saleh Al-Mu’tashim Billah.

Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. 1862


Perang Banjar, 1859-1905

Perang Banjar (1859-1905) adalah perang perlawanan terhadap penjajahan kolonial Belanda yang terjadi di Kesultanan Banjar yang meliputi wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Perang Banjar berlangsung antara 1859 -1905 (menurut sumber Belanda 1859-1863). Konflik dengan Belanda sebenarnya sudah mulai sejak Belanda memperoleh hak monopoli dagang di Kesultanan Banjar. Dengan ikut campurnya Belanda dalam urusan kerajaan, kekalutan makin bertambah.
– Untuk lengkap: https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Banjar

Perang Banjar atau Perang Banjar-Barito atau Perang Kalimantan Selatan adalah perang perlawanan terhadap penjajahan kolonial Belanda yang berlangsung antara tahun 1859-1963 yang terjadi di kesultanan Banjar.


Daftar raja

* 1526 – 1545 : Pangeran Samudra yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama yang memeluk Islam
* 1545 – 1570 : Sultan Rahmatullah
* 1570 – 1595 : Sultan Hidayatullah
* 1595 – 1620 : Sultan Mustain Billah, Marhum Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran Kecil. Sultan inilah yang memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin yang hancur diserang Belanda Tahun * 1612
* 1620 – 1637 : Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar Sultan Inayatullah
* 1637 – 1642 : Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah
* 1642 – 1660 : Adipati Halid memegang jabatan sebagai Wali Sultan, karena anak Sultan Saidullah, Amirullah Bagus Kesuma belum dewasa
* 1660 – 1663 : Amirullah Bagus Kesuma memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke Banjarmasin=
* 1663 – 1679 : Pangeran Adipati Anum setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat pemerintahan Ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung
* 1679 – 1700 : Sultan Tahlilullah berkuasa
* 1700 – 1734 : Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning
* 1734 – 1759 : Pangeran Tamjid bin Sultan Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah
* 1759 – 1761 : Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah
* 1761 – 1801 : Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah
* 1801 – 1825 : Sultan Suleman Al Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah
* 1825 – 1857 : Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman
* 1857 – 1859 : Pangeran Tamjidillah
* 1859 – 1862 : Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu’mina
* 1862 – 1905 : Sultan Muhammad Seman yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar
* 2010-sekarang: Sultan Khairul Saleh Al-Mu’tashim Billah  (dilantik / installed 11 dec. 2010).

– Sumber / Source: Wiki
———————–
Silsilah Sultan Banjar sekarang, Khairul Saleh


Singgasana sultan Banjar

Salah satu simbol status yang paling penting dari seorang raja atau sultan adalah Kursi Singasana Kerajaan. Regalia lainnya yang menggambarkan status kerajaan meliputi persenjataan, seperti perisai dan tombak, dan juga payung kerajaan atau payung umbul umbul raja. Barang-barang ini, selama upacara formal, selalu ditempatkan di dekat sultan.
Tahta khusus ini dulu milik Sultan Adam Al Watsiqubillah. Ia selama pemerintahannya menerapkan hukum Islam yang ditulis secara resmi sebagai sumber hukum Kesultanan Banjar dan dinamakan Undang Undang Sultan Adam. Kekuasaannya meliputi Kalimantan bagian tengah dan selatan sampai ke tenggara dan sedikit ke timur.
Kursi emas ini disimpan dan dipajang di Museum Nasional Indonesia Jakarta. Di kaca paling depan Ruang Emas Museum Gajah. Silakan bagi yang sedang berkunjung ke Jakarta untuk singgah ke Museum Gajah.


5) Sejarah keraton kesultanan Banjar

Sampai saat ini lokasi-lokasi keraton dan wujud keraton Banjar tidak dapat diketahui dengan pasti, sebab tidak adanya data yang lengkap. Sebagai bekas negara terbesar di bagian selatan Borneo pada masa kejayaannya, tentunya Kesultanan Banjar memiliki pusat pemerintahan yang cukup baik. Keberadaan Keraton Banjar yang sudah punah, salah satunya dikarenakan pertentangan dan konflik dengan Belanda. Sikap Kesultanan Banjar dan orang Banjar pada umumnya yang tidak mau tunduk kepada kemauan Belanda.

– 1520: Keraton Kuin.
– 1622: Keraton Pemakuan.
Pada tahun 1612 keraton Keraton Kuin di Banjarmasih mendapat serangan dari VOC-Belanda, tempat tinggal Sultan hancur, sehingga pusat pemerintahan Kesultanan Banjar dipindahkan oleh Sultan Mustain Billah Raja Banjar IV ke arah hulu sungai Martapura, tepatnya di Pemakuan.
– 1632: Keraton Muara Tambangan.
Sekitar 10 (sepuluh) tahun di Pemakuan, pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke Muara Tambangan pada sekitar tahun 1632.
– 1652: Keraton Martapura Lama.
Sekitar 10 (sepuluh) tahun di Muara Tambangan, pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke Batang Banyu pada sekitar tahun 1642.
– 1663-1679: Keraton Sungai Pangeran di Banjarmasin.
– 1679-1771: Keraton Kayu Tangi.
– 1771-1860: Keraton Bumi Kencana (Martapura Baru).

Sumber dan lengkap: Kraton dulu: Wiki

Lukisan Kraton Banjarmasin masa Sultan Tamjidillah (1856-1859) di Sungai Mesa Sumber: M. Idwar Saleh (1983/1984).


KERAJAAN-KERAJAAN YANG DIBAWAH KESULTANAN BANJAR

Dalam Kesultanan Bandarmasih sebenarnya juga terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang tersebar diwilyahah kekusaan Kesultanan Bandar, seperti diwilyah Tanah Bumbu dan Pulau Laut. Namun kedudukan Kerajaan-kerjaan tersebut secara politik berdaulat dalam wilayah kekusaan Kesultanan Bandar. Hanya karena pelayan pemerintahan tidak terjangkau oleh pelayanan Kesultanan maka ada beberapa kerjaan-kerajaan kecil tersebut diberikan wewenang untuk mengatur pemerintahan sendiri dalam kelompok komunitasnya, kemudian juga ada yang dengan sengaja berdiri karena adanya latar belakang perebutan kekusaan dari Kesultanan Banjar sendiri.
Adapun kerajaan-kerajaan kecil yang dibawah kekuasaan Kesultanan Bandarmasih yang ada di Wilyah Tanah Bumbu dan Pulau Laut adalah:

1. Kerajaan Pagatan,
2. Kerajaan Kusan,
3. Kerajaan Cengal Manunggal dan Bangkalaan,
4. Kerajaan Cantung dan Sampanahan,
5. Kerajaan Sebamban,
6. Kerajaan Batulicin,
7. Kerajaan Pasir,
8. Kerajaan Kotabaru.
Adapun kerajaan-kerajaan tersebut diatas yang pernah berdiri diwilayah Tanah Bumbu dan Pulau Laut mempunyai pertalian yang erat dalam menjalin hubungan. Dalam kesempatan ini yang dapat diuraikan hanya Kerajaan Pagatan, Kerajaan Kusan dan Pulau Laut karena mempunyai latar belakang dan saling keterkaitan dalam sejarahnya. Sementara yang lainnya belum dapat diuraikan dengan baik mengingat minimnya informasi dan data yang diperlukan dalam penulisan.

– Sumber kerajaan-kerajaaan di Tanah Bumbu: http://faisalbatennie.blogspot.com/


Peta Kalimantan kuno

Untuk peta-peta Kalimantan kuno (1570, 1572, 1594, 1601, 1602, 1740, 1747, 1760, 1835), klik di sini.

Peta Kalimantan (Borneo) tahun 1601


7) Sumber kesultanan Banjar

– Sejarah Kesultanan Banjar di Wiki: https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banjar
– Sejarah kesultanan Banjar: http://www.materisma.com/
Sejarah kesultanan Islam Banjar: https://mohyahya7.wordpress.com/2
Pelantikan sultan 2010: http://mediapublikonline.blogspot.com/
– Daftar Raja Banjar: https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banjar#Sultan_Banjar
– Sultan sekarang (2016) Khairul Saleh di Wiki: https://id.wikipedia.org/wiki/Khairul_Saleh
– Perang Banjar (1859-1905): https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Banjar

Kerajaan kecil yang dibawah kekuasaan Kesultanan Banjar: link
– Sejarah Kraton dulu: Wiki


Sultan Adam Alwatzikubillah dari Banjarmasin bersama sultana dan gubernur Banjarmasin tahun 1852


Leave a comment

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.