Bugis – Bissu pendeta masyarakat Bugis

Bissu adalah kaum pendeta yang tidak mempunyai golongan gender dalam kepercayaan tradisional Tolotang yang dianut oleh masyarakat Amparita Sidrap dalam masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan, Indonesia. Golongan Bissu mengambil peran gender laki-laki dan perempuan. Mereka dilihat sebagai separuh manusia dan separuh dewa dan bertindak sebagai penghubung antara kedua dunia.

Menurut Sharyn Graham, seorang peneliti di University of Western Australia di Perth, Australia, seorang Bissu tidak dapat dianggap sebagai banci atau waria, karena mereka tidak memakai pakaian dari golongan gender apa pun namun setelan tertentu dan tersendiri untuk golongan mereka.

 


Latar belakang

Para Bissu tidak jarang digambarkan dan dianggap sebagai waria, hal ini disebabkan oleh kesalahpahaman masyarakat awam dalam banyak sejarah dan peran mereka dalam masyarakat. Untuk menjadi Bissu, seseorang harus memadukan semua aspek gender. Dalam banyak contoh ini berarti mereka harus dilahirkan dengan kondisi interseks. Akan tetapi orang noninterseks dapat pula menjadi Bissu.

Peran interseksual seorang Bissu yang tidak biasa dalam masyarakat Bugis tradisional tidak secara eksklusif berhubungan dengan anatomi tubuh mereka, tetapi peran mereka dalam kebudayaan Bugis. Identitas ketiadaan gender mereka (atau kemencakupan tentang segala jenis kelamin) dan karakter berbagai jenis yang tidak dapat dialokasikan secara akurat kepada jenis kelamin apa pun.

Hal ini terbukti dalam cara berpakaian para Bissu. Para Bissu mengenakan sejenis gaun dan pakaian yang tidak dikenakan oleh jenis kelamin lain, namun juga memasukkan elemen dan karakter pakaian “pria” dan “perempuan”, yang menjelaskan mengapa golongan Bissu tidak dapat disebut sebagai waria, karena mereka hanya diizinkan untuk memakai pakaian yang sesuai untuk kasta gender mereka.

Afbeeldingsresultaat voor bissu bugis sulawesi

Peran dalam budaya Bugis

Peran unik yang dilakukan golongan Bissu dalam budaya Bugis sangat erat kaitannya dengan status ketakterbatasan gender mereka. Diperkirakan bahwa, karena kita adalah manusia yang tinggal di balik suatu batasan gender, kita pun tidak ada di tengah-tengah dunia yang tampak dan yang tersembunyi. Pikiran ini diduga mirip dengan ide awal Muslim tentang “Khanith” dan “Mukhannathun” yang menjadi “pengawal batas-batas suci” dan adanya posisi setara untuk para interseksual dan transgender yang ada dalam budaya Muslim tradisional tertentu, tetapi dalam kasus ini tampaknya budaya Bissu bersumber dari budaya daerah Sulawesi yang jauh lebih awal dari budaya Muslim.

Dalam budaya Bugis, para Bissu biasanya dimintai nasihat ketika “persetujuan tertentu” dari kekuasaan dunia batin (spiritual) diperlukan. Hal ini terjadi misalnya ketika orang Bugis Sulawesi berangkat untuk perjalanan naik haji ke Mekah. Dalam situasi ketika dimintai nasihat, seorang Bissu akan melakukan ritual untuk mengizinkan jin yang sangat baik untuk merasuki mereka dan untuk berbicara sebagai utusan dari dunia tak tampak.


Sumber

– Bissu: https://id.wikipedia.org/wiki/Bissu
– Bissu: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/12/09/selain-laki-laki-dan-perempuan-ada-gender-lain-di-suku-bugis
– Bissu: https://news.detik.com/abc-australia/d-4446562/jumlah-bissu-di-masyarakat-bugis-kian-menyusut
– Bissu wilayah Segeri: https://www.antaranews.com/berita/


Afbeeldingsresultaat voor bissu bugis sulawesi

Afbeeldingsresultaat voor bissu bugis sulawesi

Afbeeldingsresultaat voor bissu bugis sulawesi

Afbeeldingsresultaat voor bissu bugis sulawesi

Afbeeldingsresultaat voor bissu bugis sulawesi


 

Create a free website or blog at WordPress.com.

%d bloggers like this: