Kerajaan Blambangan: abad ke-13 sampai abad ke-18. Kerajaan berpusat di ujung paling timur di prov. Jawa timur. Kerajaan ini bercorak Hindu terakhir di Pulau Jawa.
The Kingdom of Blambangan: 13th century – 18th century. This kingdom was a Hindu kingdom. Located on east Java.
For english, click here
Lokasi prov. Jawa Timur
Kerajaan Blambangan
* Foto kerajaan Blambangan: di bawah
Garis kerajaan-kerajaan di Jawa: link
Foto sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa
* Foto sultan dan raja, yang masih ada di Jawa: link
* Foto keraton di Jawa, yang masih ada: link
* Foto Batavia (Jakarta) masa dulu: link
* Foto Jawa masa dulu: link
* Penyerbuan Batavia oleh Sultan Agung, 1628/1628: link
* Foto perang Diponegoro, 1825: link
* Foto situs kuno di Jawa: link
Video sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa
* Untuk video-video sejarah Jawa, klik di sini
KERAJAAN BLAMBANGAN
Sejarah kerajaan Blambangan, abad ke-13 sampai abad ke-18
Sumber: https://www.kompas.com/stori
Kerajaan Blambangan adalah kerajaan bercorak Hindu terakhir di Pulau Jawa yang terletak di Banyuwangi. Kerajaan ini diperkirakan telah ada pada akhir era kerajaan Majapahit dan berdiri hingga abad ke-18. Selain menjadi vasal (kerajaan bawahan) Majapahit, Blambangan juga pernah berada di bawah kekuasaan kerajaan di Bali. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila kebudayaannya mirip dengan kebudayaan Bali.
* Foto kerajaan Blambangan: di bawah
Sejarah awal
Catatan sejarah mengenai kemunculan kerajaan Blambangan memang kurang jelas. Akan tetapi, diketahui bahwa kerajaan Blambangan dulunya merupakan vasal Majapahit dan menjadi tempat pelarian bagi Bhre Wirabhumi, yang tersingkir saat terjadi perebutan takhta di Majapahit. Pada 1478, giliran keluarga Kertabhumi yang melarikan diri ke Blambangan, dipimpin oleh Lembu Miruda.
Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit pada akhir abad ke-15, Blambangan berdiri sendiri sebagai satu-satunya kerajaan Hindu di Jawa. Menurut Babad Sembar, Lembu Miruda kemudian mendirikan pertapaan Watuputih di hutan Blambangan dan berdoa agar putranya menjadi raja di ujung timur Pulau Jawa. Doanya pun terkabul, menjelang awal abad ke-16, cucu Lembu Miruda yang bernama Bima Koncar telah meneguhkan dirinya sebagai raja Blambangan.
Jawa abad ke-17. Paling timur kerajaan Blambangan
Masa kejayaan
Dari laporan Tome Pires, diketahui bahwa Bima Koncar memiliki putra bernama Menak Pentor (Pati Pentor) yang berhasil memperluas wilayah Blambangan. Kala itu, wilayahnya meliputi penghujung timur Jawa Timur hingga Lumajang di bagian selatan dan Panarukan di utara. Letaknya pun cukup strategis, karena dikelilingi oleh lautan di ketiga sisinya, sehingga banyak memiliki pelabuhan.
Salah satu pelabuhan di pesisir utara Blambangan yang paling terkenal adalah Panarukan, yang menjadi salah satu persinggahan terpenting bagi kapal-kapal yang hendak melanjutkan pelayaran ke Maluku untuk berdagang rempah-rempah. Di bawah kekuasaan Menak Pentor, Blambangan menjadi kerajaan yang kuat, kaya, dan makmur. Jumlah penduduknya yang banyak tetap hidup makmur karena panen yang dihasilkan sangat melimpah. Selain itu, Blambangan juga banyak menghasilkan kuda beserta budak.
Diperebutkan kerajaan lain
Selama hampir tiga abad, kerajaan Blambangan berada di antara dua faksi politik yang berbeda, yakni negara Islam di barat dan kerajaan Hindu di Bali (Gelgel, Buleleng, dan Mengwi) di timur. Menjadi satu-satunya kerajaan Hindu yang masih berdiri di Jawa, Blambangan sudah tentu menjadi incaran kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan yang mencoba menaklukkan Blambangan di antaranya adalah Demak, Pajang, dan kesultanan Mataram.
Karena konflik berkepanjangan dengan kesultanan Demak, sumber daya kerajaan Blambangan terkuras habis. Setelah Demak mundur, giliran negeri di sisi timur di seberang selat, yakni kerajaan Gelgel dan Mengwi yang menyerang. Antara 1550-1570, Blambangan berada di bawah kekuasaan kerajaan Gelgel. Pada 1572, raja Blambangan bernama Santa Guna berhasil merebut Panarukan dan memperkuat kembali kerajaannya. Selama masa kekuasaan Santa Guna, Blambangan mendapat kunjungan delegasi Portugis, yang berhasil mengajak beberapa keluarga kerajaan masuk Katolik.
Lokasi kerajaan Blambangan, 1690
Kemunduran
Pengganti Santa Guna adalah putranya, yang dikenal sebagai penguasa lemah hingga mengakibatkan kemunduran Blambangan. Meski Bali ikut turun tangan membantu Blambangan, serangan Pasuruan dapat menghancurkan kerajaan pada sekitar 1597 dan membunuh semua keluarga kerajaan.
Kekosongan kekuasaan ini lantas dimanfaatkan kembali oleh Bali, yang menempatkan wakilnya bernama Singasari, yang bergelar Tawang Alun I, sebagai penguasa Blambangan.
Kemudian pada 1638, kesultanan Mataram dapat menduduki Blambangan, hingga membuat Tawang Alun I terpaksa melarikan diri, sementara putra mahkotanya, Mas Kembar, menjadi tawanan. Ketika Mas Kembar kembali ke Blambangan dan naik takhta pada 1645 dengan gelar Tawang Alun II, Bali langsung melancarkan serangan.
Alhasil, pertempuran antara Bali dan Mataram pun berkobar di Blambangan, dan berakhir dengan kemenangan Mataram. Setelah itu, Blambangan justru dapat melepaskan diri dari Mataram. Tawang Alun II pun dianggap sebagai salah satu raja terbesar Blambangan karena dapat melindungi rakyatnya meskipun terlibat dalam berbagai peperangan yang tiada habisnya. Di sisi lain, konflik di antara Blambangan dan Mataram tetap berlangsung selama beberapa dekade berikutnya hingga melibatkan VOC dan Bali.
Basis perjuangan terakhir trah Blambangan
Keruntuhan
Pada akhir abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-18, Blambangan kembali diperebutkan oleh Bali (Buleleng dan Mengwi), Mataram, dan VOC. Dalam perebutan itu, VOC muncul sebagai pihak yang mendapatkan kemenangan dan menanamkan kekuasaannya di Blambangan. Salah seorang cabang anggota keluarga raja Blambangan bernama Mas Alit, kemudian diangkat oleh Belanda menjadi bupati dengan gelar Tumenggung Banyuwangi I (1773-1782). Pusat pemerintahannya yang semula berada di Pampang, kemudian dipindahkan ke Banyuwangi.
Aktivitas penelitian bekas Kerajaan Blambangan di Desa Macan Putih, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, Jawa Timur. Tempo/Ika Ningtyas
Daftar raja kerajaan Blambangan
– Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/
Silsilah awal
* Mpu Withadarma,
* Mpu Bhajrastawa,
* Mpu Lempita,
* Mpu Gnijaya,
* Mpu Wiranatha,
* Mpu Purwantha,
* Ken Dedes,
* Mahisa Wonga Teleng,
* Mahisa Campaka,
* Lembutal,
* Rana Wijaya/Raden Wijaya,
* Tribuana Tunggadewi,
* Hayam Wuruk,
* Wikramawardhana,
* Kerta Wijaya,
* Cri Adi Suraprabawa,
* Lembu Anisraya/Minak Anisraya,
* Mas Sembar/Minak Sembar,
* 1489-1500: Bima Koncar/Minak Sumendhe,
* 1500-1541: Minak Pentor,
* Minak Gadru ( Memerintah Prasada/Lumajang): Minak Gadru menurunkan Minak Lampor yang memerintah di Werdati-Teposono-Lumajang,
* 1550-1582: Minak Cucu (Memerintah Candi Bang/Kedhaton Baluran): Minak Cucu terkenal dengan sebutan Minak Djinggo penguasa Djinggan beliau berputra Sontoguno yang memerintah Blambangan pada 1550 hingga 1582,
* Minak Lampor,
* Minak Lumpat (Sebagai Raja di Werdati),
* Minak Luput (Sebagai Senopati),
* Minak Sumendi (sebagai Karemon/Agul Agul).
Kemudian Minak Lumpat atau Sunan Rebut Payung berputra Minak Seruyu/Pangeran Singosari (Sunan Tawang Alun I), Pangeran Singosari menaklukan Mas Kriyan dan seluruh keluarga Mas Kriyan, sehingga tidak ada keturunannya, Sunan Tawang Alun I memerintah wilayah Lumajang, Kedawung dan Blambangan pada tahun 1633-1639.
* 1633-1639: Gusti Sunan Tawang Alun I; memiliki Putra:
* Gede Buyut,
* Mas Ayu Widharba,
* Mas Lanang Dangiran (Mbah Mas Brondong),
* Mas Senepo/Mas Kembar,
* Mas Lego.
Silsilah setelah Tawang Alun I
Mas Senepo inilah yang kemudian memerintah Kedhaton Macan Putih bergelar Susuhunan Gusti Prabhu Tawang Alun, Di mana dia memerintah pada wilayah Kerajaan Blambangan 1645 hingga 1691. Pada masa pemerintahan Susuhunan Gusti Prabhu Tawang Alun Blambangan maju dengan pesat di mana kekuasaannya menyatu hingga ke Lumajang.
Umpak Songo merupakan situs peninggalan Kerajaan Balambangan yang menyerupai punden berundak yang diatasnya terletak beberapa batu besar dan tertata rapi menyerupai bentuk persegi. Situs Umpak Songo berada didesa Tembokrejo, Muncar, Banyuwangi.
Keluarga Keraton Blambangan
Keluarga Keraton Blambangan
Peta kuno Jawa
Klik di sini untuk peta kuno Jawa tahun 1598, 1612, 1614, 1659, 1660, 1706, 1800-an, awal abad ke-18, 1840.
Jawa, awal abad ke-18
Sumber / Source
– Sejarah kerajaan Blambangan di Wiki: https://id.m.wikipedia.org/wiki/
– Sejarah kerajaan Blambangan: https://osingkertarajasa.wordpress.com/
– Sejarah kerajaan Blambangan: https://www.kompas.com/stori/
– Kerajaan Blambangan masih misterius: https://triarsadrana.wordpress.com/
– Daftar Raja: https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Blambangan
Umpak Songo adalah tumpukan batu berlubang mirip penyangga tiang bangunan yang berjumlah sembilan. Umpak berarti tangga dan Songo berarti sembilan. Situs yang terletak di Tembokrejo, Kecamatan Muncar ini adalah sisa-sisa Kerajaan Blambangan ketika ibukota kerajaan pindah ke Ulupampang (kini Muncar) setelah Blambangan dipecah menjadi dua, yakni Blambangan Barat dan Blambangan Timur, pasca pemberontakan Jagapati terhadap VOC pada Oktober 1772. Sumber: http://log.viva.co.id/news/read/785851-melihat-balai-pertemuan-raja-blambangan
——————————-
Pertapaan susuhunan Blambangan
———————————
Situs batu sangkur. tempat para prajurit berkumpul dan mengatur strategi perang melawan belanda
——————————-
Situs makam prajurit P.Tawang alun