– Sumber: http://melayanibersama.blogspot.com/2016/06/sistem-pemerintahan-suku-sangihe-zaman.html
——————————————-
Kedatuan Tampungang Lawo
Didirikan pada kurun waktu tahun 1300 (dijelaskan dalam sejarah kerajaan Tampungan Lawo).
Kedatuan Tampungan Lawo sudah melegenda karena diceritakan secara turun-temurun oleh orang Sangihe sebagai sastera lisan, baik itu melalui sasalamate, papantung, tatinggung ataupun lagu-lagu masamper. Tampungang Lawo merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah Sangihe, meskipun belum ditemukan bukti berupa benda sejarah yang berhubungan dengan kerajaan Tampungang Lawo.
Kedatuan Tampungang Lawo pertama, abad ke-13
Konon, Kedatuan Tampungang Lawo didirikan oleh Gumansalangi pada tahun 1300 sampai 1400 yang berpusat di Manuwo, kini disebut kampung Salurang. Diperkirakan masa Gumansalangi dimulai akhir tahun 1200 sampai awal tahun 1300. Pada masa ini dimulailah sistim pemerintahan monarkih kerajaan pertama Sangihe. Gumansalangi yang memperisteri Sangiang Konda Wulaeng memperanakan Melintangnusa dan Melikunusa. (D.B. Adrian “Renungan kisah Sangihe Talaud” dalam Toponimi, cerita rakyat dan sejarah dari kawasan Nusa Utara, Diknas Tahuna).
Wilayah kekuasaan kerajaan Tampungang Lawo membentang dari Mindanao sampai ke Bolaang Mongondow. Panglima perang kerajaan Tampungan Lawo adalah Melintangnusa yang memperisteri Sangiang Hiabe puteri Abubakar (seorang pemberani dari Tugis, Philliphina). Melikunusa berlayar ke wilayah Mongondow dan mempersunting Menong Sangiang.
Gumansalangi mewariskan kerajaan pada anaknya Melintangnusa tahun 1350. Menjelang akhir hidup Melintangnusa berlayar ke Mindanao dan meninggal disana. Sejak meninggalnya Melintangnusa, kerajan diserahkan kepada anaknya Bulegalangi dan Pahawonseke. Sejak saat itu pusat kerajaan terbagi dua:
* Kerajaan Tampungang Lawo dengan pusat kerajaan di Sahabe
* Kerajaan Tampungang Lawo dengan pusat kerajaan di Salurang.
Kekuasaan kerajaan yang berpusat di Salurang diserahkan kepada anaknya bernama Bulegalangi. Dalam menjalankan pemerintaha Bulegalangi dibantu oleh anaknya bernama Matandatu. Saudara laki-laki Bulegalangi bernama Pahawongseke pindah ke Sahabe (Tabukan Utara sekarang), dan membentuk pemerintahan baru. Pemerintahan dibantu oleh anaknya Pangatorehe. Setelah raja Bulegalangi meninggal, puterinya bernama Sitti Bai dipersunting oleh Balanaung sedangkan Puteri Aholiba dipersunting oleh Mengkangbanua dan berpindah tempat tinggal ke Tariang tebe (sekarang kampung Tariang Lama).
Kedatuan Tampungan Lawo di Sahabe (1400-1530)
Kerajaan Tampungan Lawo di Sahabe didirikan oleh Kulano Pahawongseke (putra dari Melintangnusa). Pusat kerajaan adalah Limu (dekat kedang atau sahabe behu). Kerajaan Tampungan Lawo di sahabe kemudian dikenal dengan nama kerajaan Sahabe, juga dinamakan kerajaan Limu. Wilayah kekuasaannya dari tanjung Salimahe sampai ke tanjung Lehe, termasuk pulau nusa, bukide, dan buang (sekarang Tabukan tengah). Pahawongseke diganti oleh puteranya Pangalorelu. Pangalorelu diganti oleh Mamatanusa. Mamatanusa kemudian menjadi raja terakhir di kerajaan Sahabe. Mamatanusa memperisteri Neneukonda dan memperanakan dua orang puteri bernama Somposehiwu dan Timbangsehiwu. (Dari sumber cerita lisan lain, Raja terakhir kerajaan Sahabe adalah Pontowuisang, yang memperisteri Belisehiwu. Pontowuisang adalah raja Siau yang menyuruh Hengkengunaung untuk membunuh Makaampo).
Kedatuan Tampungang Lawo di Salurang (1400 – 1500 an)
Kerajaan ini didirikan oleh Kulano Bulegalangi (putra dari Melintangnusa), yang berpusat di Salurang. Wilayah kekuasan kerajaan Tampungang Lawo di Salurang mulai dari tanjung Lehe ke Pungu Watu, termasuk pulau-pulau Marore, Kawio, Kemboleng, Memanu, Matutuang, dan Dumarehe.
Pemerintahan Bulegalangi dibantu oleh anaknya bernama Matandatu yang juga sebagai panglima perang. Setelah wafatnya Bulegalangi, kekuasaan raja diganti oleh puteranya Matandatu .Pemerintahan Matandatu dibantu oleh anak-anaknya, Makalupa, Ansiga, Tangkaliwutang dan saudara perempuan mereka Talongkati. Talongkati adalah anak yang paling berani sehingga mendapat gelar Bawu Mahaeng.
Salah satu anak dari Matandatu bernama Tangkuliwutang kemudian memperanakan Makaampo Wewengehe. Makaampo lahir pada tahun 1510 di Rainis (Talaud) dari ayah bernama Tangkuliwutang dan ibu bernama Nabuisang (dari Talaud). Nabuisang adalah anak dari Saselabe (di Taghulandang) dengan isterinya Putri Din (perempuan dari bangsa jin). Makaampo dilahirkan kembar, dan kembarannya adalah seekor ular bernama Uri Makaampo. Isteri pertama Makaampo adalah Marinsai.
Setelah dewasa Makaampo memperisteri Marinsai orang Bowongkalumpang anak dari Bolinsangiang, Makaampo meninggalkan perempuan tersebut karena kedapatan berselingkuh dengan laki-laki lain. Seterusnya Makaampo memperisteri Rampeluseke seorang perempuan dari Salurang, kemudian memperisteri dua orang kakak beradik Somposehiwu dan Timbangsehiwu. Sejak memperisteri Somposehiwu dan Timbangsehiwu berakhir pula kerajaan Tampungan Lawo di Salurang.
Latar belakang meluasnya wilayah kerajan Tampungang Lawo di Salurang adalah sebagai berikut:
Makalupa (anak dari Matandatu) mengambil Kindi Sangiang sebagai isteri ketika Kindi Sangiang sedang melingkarkan kain sehabis mandi, itulah sebabnya tempat tersebut dinamakan Pendarehokang. Setelah memperisteri Kindi Sangiang anak dari Menentonau,(kulano di Kauhis) wilayah kekuasan Menentonau yang meliputi Lelapide sampai ke Pendarehokang diserahkan kepada anaknya Kindi Sangiang.
Ansiga (anak dari Matandatu ) memperisteri Gaupang (Raupang) anak dari Panglima perang Dagho bernama Ansaaralung. Kekuasaan Ansaaralung di dagho yang meliputi Toade Manandu sampai ke pulau-pulau Mahengelang diserahkan kepada anaknya Gaupang.
Wilayah dari Toade Manandu sampai ke Tanjung Lelapide termasuk Tamako diserahkan ke kerajaan Tampungang Lawo di Salurang atas isin dari Kelungsanda panglima perang Tamako. Isteri dari Kelungsanda adalah Taupangkonde. Taupangkonde adalah saudara kandung dari Gaupang (isteri dari Ansiga)
II Kedatuan Tampungan Lawo kedua
(lahirnya Kerajaan Tabukan besar yang disebut Rimpulaeng) .
Kedatuan Tampungang Lawo yang dulunya terpisah kemudian lenyap, dipersatukan lagi menjadi sebuah kedatuan besar. Kedatuan ini didirikan pada tahun 1530 oleh Makaampo Wewengehe yang berpusat di Limu atau sahabe Behu di daerah bekas pusat kedatuan Tampungan Lawo Sahabe.
Wilayah kekuasaan kedatuan Tampungan Lawo kedua meliputi Tanjung Salimahe ke Pendarehokang sampai ke pulau Marore, Mahengetang dan kepulauan Talaud. Pada masa pemerintahan Makaampo Wewengehe di Sahabe Behe, dia didampingi oleh permaisuri Sompo sehiwu. Sedangkan permaisuri Sompo Sehiwu tinggal di Salurang.
Makaampo Wewengehe dikenal sebagai raja perkasa, yang memerintah dengan kejam. Akibat kekejamannya itu dia dibunuh oleh seorang pemberani dari Tamako bernama Ambala yang bersekutu dengan panglima laut kerajaan Siau bernama Hengkeng u’ naung di pantai Batu keti’ pada tahun 1575. Leher Makaampo dipotong dan kepalanya di antar ke pehe – siau. Lalu kemudian di ambil oleh Ansiga dan Makalupa dan dikuburkan di Salurang. Makaampo adalah datu terakhir kedatuan Tampungang Lawo yang mendirikan dasar atas kerajaan Tampungang Lawo baru dengan nama Tabukan. Setelah Makaampo meninggal, kedudukan datu diganti oleh anaknya Wuateng Sembah. Sejak saat itu mulai dikenal kerajaan Tabukan yang berpusat di Salurang.