Puri Saren Agung Ubud, didirikan terakhir 1700. Terletak di Ubud, kab. Gianyar, prov. Bali.
Puri Saren Agung Ubud: founded late 1700. Located in central Ubud, district of Gianyar, province of Bali.
For english, click here
Lokasi Ubud
——————-
Lokasi pulau Bali
Puri Saren Ubud
* Foto sejarah Puri Saren Agung Ubud: link
* Foto komplek bangunan Puri Saren Agung: link
Foto kerajaan-kerajaan di Bali
* Foto raja-raja Bali, yang masih ada: link
* Foto raja-raja Bali masa dulu: link
* Foto Bali dulu: link
* Foto situs kuno di Bali: link
* Foto puputan Denpasar, 1906: link
* Foto puputan Klungkung, 1908: link
* Video sejarah kerajaan-kerajaan di Bali, 45.000 SM – sekarang: klik
* Garis kerajaan-kerajaan di Bali: klik
PURI SAREN AGUNG UBUD
Tentang Raja
Cokorda (raja) sekarang (2022):Tjokorda Gde Putra Sukawati
Sejarah Ubud
Sejarah Ubud tidak bisa dilepaskan dengan kisah perjalanan Rsi Markadya, saat perjalanan sucinya membangun Bali secara spiritual, dengan adanya Pura Gunung Lebah di Campuan Ubud dan Pura Pucak Payogan di Payogan. Seperti yang dipaparkan diatas, Mpu Kuturan menyusul dengan menanamkan konsep Tri Murti di Bali, berawal dari Pura Samuan Tiga.
Belum lagi kekuatan spiritual yang dipancarkan oleh Ida Dhang Hyang Nirarta di sekitar tahun 1489 M pada masa pemerintahan Dalem Baturenggong, dimana Bali mencapai zaman keemasannya. Bahkan beliau (Ida Dhang Hyang Nirarta) kemudian berasrama di Mas Ubud, tepatnya di Pura Taman Pule sekarang.
Beliau dan para putra mengajarkan faham Siwaistis di Bali. Pancaran spiritual maha tinggi itulah menurut para ahli yang membuat Ubud menjadi sangat bersinar di manca negara. Kakuatan spiritual yang sangat tinggi di Ubud bersaing dengan pantai yang indah, gunung yang megah, air terjun yang memukau, menjadikan Ubud sebuah tempat yang sangat cocok untuk para penekun spiritual di seluruh dunia. Ubud dengan kekuatan spiritual itu mempunyai daya tarik tersendiri bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara. Terutama wisatawan spiritual.
Kerajaan-kerajaan di Bali, 1830 M
Ubud di abad ke-17 sampai abad ke-20.
Menurut beberapa babad dan penelitian bangsa asing, Ubud di abad ke-17 masih terdiri dari sawah ladang dan semak belukar, dan hutan. Sebagaian kecil sudah didiami oleh penduduk yang terdiri dari Kuwu-kuwu (Pondokan), mereka mendiami wilayah-wilayah, Jungut, Taman dan Bantuyung. Masih menjadi wilayah kekuasaan dari kerajaan Sukawati yang berdiri sekitar tahun 1710, dengan raja pertamanya yang bernama Sri Aji Maha Sirikan, Sri Aji Wijaya Tanu.
Pada saat I Dewa Agung Made menjadi raja di Peliatan, dua adik beliau ditugaskan memegang wilayah, Ida Tjokorda Gde Karang di Padang Tegal Ubud. Ida Tjokorda Tangkeban ditugaskan di Ubud. Banyak pura kemudian berdiri di Ubud dalam masa pemerintahan beliau.
Di penghujung abad ke-17, terjadi konflik antar dua orang sepupu di wilayah Padang Tegal Ubud dan Taman Ubud, yang membuat Raja Sukawati mengutus kedua saudaranya, yaitu Tjokorde Ngurah Tabanan ke Peliatan Ubud dan Tjokorde Tangkeban ke wilayah Sambahan untuk mengamankan kedua daerah tersebut dengan membangun istana.
Setelah melewati pergantian raja selama beberapa tahun, puri Saren Agung pun dibangun pertama kali pada masa pemerintahan Ida Tjokorda Putu Kandel (1800-1823). Sampai hari ini, Puri Saren Agung digunakan sebagai tempat pelestarian budaya tradisional Bali, seperti tarian dan karya sastra, sekaligus menjadi tempat tinggal Raja Ubud, Tjokorde Gede Agung Sukawati dan beberapa anggota kerajaan lainnya.
Perkiraan angka tahun 1823 sampai dengan tahun 1850, setelah Ida Tjokorda Putu Kandel wafat, digantikan oleh putranya, yang bernama Ida Tjokorda Putu Sukawati. Pada masa kepemimpinan beliau, Ubud semakin maju di berbagai bidang.
Sejak 1930-an Bali menjadi saksi bisu gelombang pengunjung luar negeri yang signifikan selama tahun 1930-an. Gelombang wisata pertama ini difokuskan di sekitar Ubud karena kepercayaan bisnis Tjokorde Gede Agung Sukawati yang mahir berbahasa Inggris dan Belanda. Dia telah mendirikan rumah tamu kecil dan kakak laki-lakinya Tjokorde Raka Sukawati, yang tinggal di seberang jalan, mengambil inisiatif untuk menyambut komposer artis terkenal Walter Spies ke Ubud untuk tinggal dan bekerja.
Ini menjadi tren bagi seniman asing lainnya dan tak lama kemudian orang-orang seperti Rudolf Bonnet dan Willem Hofker yang tiba untuk menghadirkan seni lukis modern. Ketika kabar tentang Ubud dan keindahannya yang mempesona menyebar, desa kemudian menjadi tuan rumah bagi lingkaran wajah-wajah terkenal seperti Noël Coward, Charlie Chaplin, H.G Wells dan antropolog terkenal Margaret Mead.
Visi untuk mendirikan asosiasi pelukis lahir pada tahun 1936 dan melihat kolaborasi untuk membentuk Pita Maha antara Tjokorde Gede Agung, Spies, Bonnet, dan beberapa seniman lokal. Dengan bantuan komposer Amerika Colin McPhee, yang telah membangun rumah di sepanjang Sayan Ridge yang menakjubkan, kelompok ini bertanggung jawab untuk menyatukan beberapa seniman terbesar Bali untuk mengajar melukis, menari dan musik kepada generasi yang lebih muda. Ubud mengembangkan reputasi sebagai denyut nadi budaya Bali dan citra itu masih bertahan sampai sekarang.
Daftar raja Ubud dan Sukawati
Wangsa Klungkung
* 1713 – 1733: Dewa Agung Anom (Raja Sukawati sejak sebelum 1713-1733)
* 1733 – 1757: Dewa Agung Gede Mayun Dalem Patemon [anak Dewa Agung Anom]
* c. 1757: Dewa Agung Gede Sukawati [anak Dewa Agung Gede Mayun]
* paruh kedua abad ke-18: Dewa Agung Made Pliatan [saudara Dewa Agung Gede Sukawati]
Penguasa Ubud, di bawah perlindungan Gianyar
* c. 1800: Cokorda Putu Kandel [anak Dewa Agung Made Pliatan]
* abad ke-19: Cokorda Sukawati [anak Cokorda Putu Kandel]
* 1874: Cokorda Rai Batu [anak Cokorda Sukawati]
* 1889 – 1919: Cokorda Gede Sukawati [anak Cokorda Rai Batur]
* 1919 – 1931: Cokorda Gede Raka Sukawati (wafat 1979) [anak Cokorda Gede Sukawati]
* 1931 – 1950: Cokorda Gede Agung Sukawati (wafat 1978) [saudara Cokorda Gede Raka Sukawati]
– Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Raja_Bali#Raja-raja_Sukawati_dan_Ubud
Ida Tjokorde Gde Sukawati bersama permaisuri. Foto 1915
Puri (Istana) Saren Agung Ubud
Istana Ubud, Puri Saren Agung, dibuat oleh Ida Tjokorda Putu Kandel yang memerintah pada tahun 1800-1823 Masehi, dan tetap terjaga sampai saat ini.
Puri Saren Ubud (Ubud Palace) merupakan istana kerajaan Ubud Bali yang indah dengan rumah-rumah tradisional sebagai tempat kediaman Raja Ubud. Keberadaan puri ini menunjukkan jiwa serta identitas dari Desa Ubud itu sendiri.
* Tentang Puri Ubud: link
* Foto Puri Saren Agung: link
Puri Saren Agung
Puri (istana) di Bali
Puri di pulau Bali adalah nama sebutan untuk tempat tinggal bangsawan Bali, khususnya mereka yang masih merupakan keluarga dekat dari raja-raja Bali. Berdasarkan sistem pembagian triwangsa atau kasta, maka puri ditempati oleh bangsawan berwangsa ksatria.
Puri-puri di Bali dipimpin oleh seorang keturunan raja, yang umumnya dipilih oleh lembaga kekerabatan puri. Pemimpin puri yang umumnya sekaligus pemimpin lembaga kekerabatan puri, biasanya disebut sebagai Penglingsir atau Pemucuk. Para keturunan raja tersebut dapat dikenali melalui gelar yang ada pada nama mereka, misalnya Ida I Dewa Agung, I Gusti Ngurah Agung, Cokorda, Anak Agung Ngurah, Ratu Agung, Ratu Bagus dan lain-lain untuk pria; serta Ida I Dewa Agung Istri, Dewa Ayu, Cokorda Istri, Anak Agung Istri, dan lain-lain untuk wanita.
Daerah atau wilayah kekuasaan puri-puri di Bali zaman dahulu, tidak berbeda jauh dengan wilayah administratif pemerintahan kabupaten dan kota di Provinsi Bali. Setelah Kerajaan Gelgel mulai terpecah pada pertengahan abad ke-18, terdapat beberapa kerajaan, yaitu Badung (termasuk Denpasar), Mengwi, Tabanan, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Buleleng, Bangli dan Jembrana. Persaingan antardinasti dan antaranggota dinasti pada akhirnya menyebabkan Belanda dapat menguasai Bali dengan tuntas pada awal abad ke-20.
Setelah masa kolonial Belanda, Jepang dan masa kemerdekaan Indonesia, kekuasaan puri berubah menjadi lebih bersifat simbolis. Peranan berbagai puri di Bali umumnya masih tinggi sebagai panutan terhadap berbagai pelaksanaan aktivitas adat dan ritual Agama Hindu Dharma oleh masyarakat banyak.
Pintu masuk Puri Saren Agung Ubud
Pura (tempat ibadah) di Bali
Pura adalah istilah untuk tempat ibadat agama Hindu di Indonesia. Pura di Indonesia terutama terkonsentrasi di Bali sebagai pulau yang mempunyai mayoritas penduduk penganut agama Hindu.
Tidak seperti candi atau kuil Hindu di India yang berupa bangunan tertutup, pura di Bali dirancang sebagai tempat ibadah di udara terbuka yang terdiri dari beberapa zona yang dikelilingi tembok. Masing-masing zona ini dihubungkan dengan gerbang atau gapura yang penuh ukiran. Lingkungan atau zonasi yang dikelilingi tembok ini memuat beberapa bangunan seperti pelinggih yaitu tempat suci bersemayam hyang, meru yaitu menara dengan atap bersusun, serta bale (pendopo atau paviliun). Struktur tempat suci pura mengikuti konsep Trimandala, yang memiliki tingkatan pada derajat kesuciannya.
Pura Besakih
Pura Besakih adalah sebuah komplek pura yang terletak di Desa Besakih. Komplek Pura Besakih terdiri dari 1 Pura Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan 18 Pura Pendamping (1 Pura Basukian dan 17 Pura Lainnya). Pura Besakih merupakan pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali. Di antara semua pura-pura yang termasuk dalam kompleks Pura Besakih, Pura Penataran Agung adalah pura yang terbesar.
SEJARAH SINGKAT KERAJAAN-KERAJAAN DI BALI
Untuk sejarah singkat kerajaan-kerajaan di Bali, klik di sini
Kerajaan di Bali, sekitar tahun 1900.
Peta kuno Bali
Klik di sini untuk peta kuno Bali 1618, 1683, 1700-an, 1750, 1800-an, 1856, abad ke-19.
Bali abad ke-16 ?
Sumber Puri Saren Ubud
– Sejarah Puri Saren Agung Ubud: http://www.rentalmobilbali.net/
– Sejarah Puri Saren Agung Ubud: https://id.wikipedia.org/wiki/
– Sejarah Puri Saren Agung Ubud: https://www.aroengbinang.com/
– Sejarah Ubud: http://jagatpayogan.blogspot.co.id/p/raja-ubud.html
– Daftar Raja Ubud dan Sukawati di Wiki: https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Raja_Bali#Raja-raja_Sukawati_dan_Ubud
Intervensi Belanda di Bali, 1846, 1848, 1849, 1906, 1908
– 1846: Perang Bali I: Intervensi belanda, 1846
– 1848: Perang Bali II: Intervensi belanda, 1848
– 1849: Perang Bali III: Intervensi belanda, 1849
– 1906: Intervensi belanda di Bali / Puputan 1906: Intervensi belanda, 1906
– 1908: Intervensi Belanda di Bali / Puputan 1908: Intervensi belanda, 1908