Kerajaan Sumedang Larang: abad ke-8 sampai 1620. Terletak di wilayah Kab. Sumedang, Jawa Barat. Cikal bakal kerajaan Sumedang Larang adalah kerajaan Tembong Agung.
Pada tahun 1585 Sumedang Larang dibawah Prabu Geusan Ulun menyatakan diri sebagai negara berdaulat dan terlepas dari Cirebon. Kemerdekaan Sumedang Larang tidaklah berlangsung lama, hanya berkisar 35 tahun.
The kingdom of Sumedang: 8th century – 1620. Located on west Jawa. Since 1620 the status is Kabupaten.
For english, click here
Lokasi kab. Sumedang
* Foto kerajaan Sumedang Larang: link
Garis kerajaan-kerajaan di Jawa: link
Foto sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa
* Foto sultan dan raja, yang masih ada di Jawa: link
* Foto keraton di Jawa, yang masih ada: link
* Foto Batavia (Jakarta) masa dulu: link
* Foto Jawa masa dulu: link
* Penyerbuan Batavia oleh Sultan Agung, 1628/1628: link
* Foto perang Diponegoro, 1825: link
* Foto situs kuno di Jawa: link
Video sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa
* Untuk video-video sejarah Jawa, klik di sini
KERAJAAN SUMEDANG LARANG
Tentang Raja sekarang
Raja atau pangeran Sumedang Larang: Ri Lukman Soemadisuria, Sri Radya keraton Sumedang Larang.
Beliau adalah generasi ke-15 dari kerajaan Sumedang Larang.
Ri Lukman Soemadisuria, Sri Radya keraton Sumedang Larang
Sejarah kerajaan Sumedang Larang, abad ke-8 sampai 1620
* Foto kerajaan Sumedang Larang: link
Kerajaan Tembong Agung sebelum menjadi kerajaan Sumedang Larang, dikenal juga dengan sebutan kerajaan Himbar Buana.
Umum
Garis sejarah kerajaan Sumedang Larang:
* kerajaan Tembong Agung, didirikan 678,
* kerajaan Himbar Buana, didirikan 721, kemudian menjadi kerajaan Sumedang Larang, terakhir abad ke-10.
Kerajaan Sumedang Larang didirikan pada tahun 721 oleh Prabu Tajimalela, keturunan dari raja Wretikandayun dari kerajaan Galuh, di wilayah bekas dari kerajaan Tembong Agung. Kerajaan ini juga pernah dikenal dengan nama kerajaan Himbar Buana sebelum berganti nama menjadi Sumedang Larang.
Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh yang bercorak Hindu; kerajaan Sumedang Larang didirikan oleh Prabu Aji Putih (678 – 721). Prabu Aji Putih merupakan keturunan raja Wretikandayun, penguasa kerajaan Galuh (didirikan oleh Wretikandayun, 612).
Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Yang pertama yaitu kerajaan Tembong Agung (Tembong artinya tampak dan Agung artinya luhur) dipimpin oleh Prabu Guru Adji Putih (678 – 721). Kemudian pada masa zaman Prabu Tajimalela (721 – 778), diganti menjadi kerajaan Himbar Buana. Kemudian diganti lagi menjadi kerajaan Sumedang Larang.
Prabu Tajimalela kemudian digantikan oleh putranya yang bergelar Prabu Gajah Agung. Dari kerajaan Tembong Agung hingga akhirnya menjadi kerajaan Sumedang Larang, status kerajaan ini adalah menjadi bawahan kerajaan Sunda-Galuh, yang nantinya bergabung menjadi kerajaan Pajajaran.
Proses pemindahan kekuasaan dari Prabu Guru Aji Putih ke Prabu Tajimalela tidak ada referensi yang cukup, pun kebenaran lamanya pemerintahan Tajimalela juga belum ada kejelasan, berbagai referensi menyebut sejak 721, namun ada sebagian referensi menyebut Prabu Tajimalela berkuasa pada tahun 950. Sebuah referensi menyatakan Prabu Tajimalela adalah Putra dari Prabu Guru Aji Putih.
Sumedang Larang, 1274 M
Menjadi kerajaan Islam berdaulat
Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam mewarnai pemerintahan kerajaan Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun, yang memerintah kala itu, telah memeluk Islam dan memerintah bersama suaminya, Pangeran Santri, yang bergelar Ki Gedeng Sumedang. Ketika kepemimpinan Ratu Pucuk Umun baru saja digantikan oleh putranya yang bernama Pangeran Angkawijaya, kerajaan Pajajaran runtuh akibat serangan Kesultanan Banten.
Setelah itu, kerajaan Sumedang Larang mendeklarasikan diri sebagai penerus kerajaan Pajajaran yang berdaulat penuh. Di bawah pemerintahan Pangeran Angkawijaya yang bergelar Prabu Geusan Ulun (turun takhta pada 1601), kerajaan Sumedang Larang mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh Jawa Barat, kecuali wilayah kekuasaan kesultanan Banten dan Cirebon.
Sumedang Larang dibawah Prabu Geusan Ulun pada tahun 1585 menyatakan diri sebagai negara berdaulat dan terlepas dari Cirebon.
Kemerdekaan Sumedang Larang tidaklah berlangsung lama, hanya berkisar 35 tahun. Dikarenakan keadaannya saat itu yang relatif lemah dan terjepit antara tiga kekuatan besar (Banten, Cirebon, dan Kesultanan Mataram), Prabu Aria Suriadiwangsa pada tahun 1620 memutuskan untuk bergabung dengan Mataram, dimana status Sumedang Larang diturunkan dari kerajaan menjadi Kabupaten dibawah Mataram.
Setelah itu, status kerajaan berubah menjadi kabupaten dan pangkat raja turun menjadi adipati (bupati). Hal ini dilakukan karena Sumedang dijadikan sebagai wilayah pertahanan Mataram dalam menghadapi Banten dan Belanda.
Garis pemerintahan di wilayah Sumedang dan sekitarnya
1) 900 – 1530: Kerajaan Sumedang Larang (bagian dari kerajaan Pajajaran)
2) 1530 – 1585: Kerajaan Sumedang Larang (bagian dari kesultanan Cirebon) masa pangeran Santri hingga pangeran Geusan Ulun
3) 1585 – 1620: Kerajaan Sumedang Larang (berdaulat penuh setelah mendeklarasikan diri berpisah dengan Cirebon pasca peristiwa Harisbaya) masa prabu Geusan Ulun hingga prabu Suryadiwangsa
4) 1620 – 1706: Bergabung dengan Kesultanan Mataram terkait penyerangan ke Batavia
5) 1706 – 1811: Pemerintahan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC)
6) 1811 – 1816: Pemerintahan Inggris
7) 1816 – 1942: Pemerintahan Belanda / Nederland Oost-Indie
8) 1950 – sekarang: Pemerintahan Republik Indonesia
Aria Soeria Atmadja (Bupati Sumedang 1883 – 1919). Sumber: https://www.kompasiana.com/
Daftar raja
I. Masa kerajaan
678-721: Prabu Guru Aji Putih (Raja Tembong Agung),
721-778: Batara Tuntang Buana / Prabu Tajimalela,
778-893: Jayabrata / Prabu Lembu Agung,
893-998: Atmabrata / Prabu Gajah Agung,
998-1114: Jagabaya / Prabu Pagulingan,
1114-1237: Mertalaya / Sunan Guling,
1237-1462: Tirtakusuma / Sunan Tuakan,
1462-1530: Sintawati / Nyi Mas Ratu Patuakan,
1530-1578: Satyasih / Ratu Inten Dewata Pucuk Umun, kemudian digantikan oleh suaminya Pangeran Kusumadinata I / Pangeran Santri,
1578-1601: Pangeran Kusumahdinata II / Prabu Geusan Ulun.
II. Masa Bupati Pengaruh Mataram
1601-1625: Pangeran Kusumahdinata III, (Pangeran Rangga Gempol I)
1625-1633: Pangeran Kusumahdinata IV (Pangeran Rangga Gede)
1633-1656: Raden Bagus Weruh (Pangeran Rangga Gempol – II),
1656-1706: Pangeran Kusumahdinata V (Rangga Gempol – III).
III. Masa Pengaruh Kompeni VOC.
1706-1709: Dalem Adipati Tanumadja,
1709-1744 Raden Tumenggung Kusumadinata VII (Rangga Gempol – IV),
1744-1759: Dalem Istri Rajaningrat,
1759-1761: Dalem Adipati Kusumadinata VIII / Dalem Anom,
1761-1765: Dalem Adipati Surianagara II,
1765-1773: Dalem Adipati Surialaga.
IV. Masa Bupati Penyelang / Sementara
1773-1775: Dalem Adipati Tanubaya,
1775-1789: Dalem Adipati Patrakusumah,
1789-1791: Dalem Aria Sacapati III.
V. Masa Pemerintahan Belanda
Merupakan Bupati Keturunan Langsung leluhur Sumedang.
1791-1828: Pangeran Kusumadinata IX / Pangeran Kornel,
1828-1833: Dalem Adipati Kusumayuda / Dalem Ageung,
1833-1834: Dalem Adipati Kusumadinata X / Dalem Alit,
1834-1836: Tumenggung Suriadilaga / Dalem Sindangraja,
1836-1882: Pangeran Suria Kusumah Adinata / Pangeran Sugih,
1882-1919: Pangeran Aria Suriaatmadja / Pangeran Mekkah,
1919-1937: Dalem Adipati Aria Kusumadilaga / Dalem Bintang,
1937-1946: Tumenggung Aria Suria Kusumahdinata / Dalem Aria.
1882-1919: Pangeran Aria Suriaatmadja
Prabu Geusan Ulun (1580-1608)
Prabu Geusan Ulun (1580-1608) dinobatkan untuk menggantikan kekuasaan ayahnya, Pangeran Santri. Ia menetapkan Kutamaya sebagai ibukota kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh (Ciamis).
Kerajaan Sumedang Larang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Setelah wafat pada tahun 1608, putera angkatnya, Pangeran Dipati Rangga Gempol Kusumadinata atau Rangga Gempol I, yang dikenal dengan nama Raden Aria Suradiwangsa menggantikan kepemimpinannya.
Pangeran Suria Kusumah Adinata (Pangeran Sugih), memerintah dari tahun 1836 – 1882
Museum Prabu Geusan Ulun
Peninggalan benda-benda bersejarah dan barang-barang pusaka Leluhur Sumedang, sejak Raja-raja Kerajaan Sumedang Larang dan Bupati-bupati yang memerintah Kabupaten Sumedang dahulu, merupakan koleksi yang membanggakan dan besar artinya bagi kita semua, terlebih bagi keluarga Sumedang.
Kumpulan benda-benda tersebut disimpan di Yayasan Pangeran Sumedang sejak tahun 1955.
– Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Prabu_Geusan_Ulun
Gedung Museum Prabu Geusan Ulun
Gedung Srimanganti didirikan pada tahun 1706, pada masa pemerintahan Dalem Adipati Tanoemadja, arsitektur Gedung Srimanganti bergaya colonial, kata Srimanganti mempunyai arti adalah tempat menanti-nanti tamu kehormatan. Dahulu gedung Srimanganti dikenal sebagai rumah “Land Huizen” (Rumah Negara). Fungsi gedung Srimanganti pada masa itu adalah tempat tinggal buat Bupati serta keluarganya.
– Sumber: http://museumgeusanulun.blogspot.co.id/
Kereta Kencana Naga Paksi
Kereta Naga Paksi atau yang biasa dikenal dengan nama kereta Kencana Naga Paksi merupakan kereta kencana milik kerajaan Sumedang Larang
Kereta Naga Paksi merupakan kereta kencana dengan ukuran yang sangat besar yaitu panjang 7 meter, lebar 2,5 dan tinggi 3,1 meter, menurut Raden Moch Achmad Wiriaatmadja (pemangku adat Sumedang Larang) pada masa lalu kereta Naga Paksi dibuat dengan kayu namun pada masa sekarang replikanya dibuat dengan rangka besi.
Menurut Raden Kusdinar A Sumawilaga, Kereta Naga Paksi mulai digunakan pada masa kepemimpinan Pangeran Koesoemah Dinata (Pangeran Kornel) yaitu sekitar tahun 1791 – 1828 dan masih digunakan pada masa kepemimpinan Pangeran Suria Kusumah Adinata yang berkuasa sekitar tahun 1838 – 1882 untuk keperluan bepergian di dalam kota, menghadiri acara dan sebagai kendaraan pernikahan.
– Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kereta_Naga_Paksi
Mahkota Binokasih Sanghyang Paké
Binokasih Sanghyang Paké adalah mahkota yang berasal dari Kerajaan Sumedang Larang dan kini tersimpan sebagai koleksi Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang. Replika mahkota ini terdapat di Museum Sri Baduga, Bandung.
Mahkota Binokasih dibuat atas prakarsa Sanghyang Bunisora Suradipati sebagai raja Galuh (1357-1371) yang digunakan oleh raja-raja Sunda, dalam upacara pelantikan raja baru dan menjadi benda pusaka kerajaan hingga kerajaan Sunda runtuh. Pada waktu ibukota kerajaan Sunda di Pakuan Pajajaran diserbu oleh pasukan Banten (1579), mahkota ini berhasil diselamatkan oleh para pembesar kerajaan Sunda yang berhasil meloloskan diri, yaitu: Sayang Hawu, Térong Péot, Nangganan dan Kondang Hapa. Mahkota ini dibawa ke Sumedang Larang dan diserahkan kepada raja sumedang larang, Prabu Geusan Ulun dengan harapan dapat menggantikan dan melanjutkan keberadaan dan kejayaan kerajaan Sunda.
Peta kuno Jawa
Klik di sini untuk peta kuno Jawa tahun 1598, 1612, 1614, 1659, 1660, 1706, 1800-an, awal abad ke-18, 1840.
Jawa, awal abad ke-18
Sumber kerajaan Sumedang Larang
– Sejarah kerajaan Sumedang Larang di Wiki: https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang
– Sejarah kerajaan Sumedang Larang: https://dongengkakrico.wordpress.com/
– Sejarah kerajaan Sumedang Larang: https://www.kompas.com/stori/
– Daftar penguasa kerajaan Sumedang Larang: https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang
– Peninggalan kerajaaan Sumedang Larang: http://sumedanglarang.blogspot.co.id/
namanya unik Sumedang Larang, apa namanya ada kata ‘Larang’ memiliki sejarah khusus?
Untuk asal mula nama sumedang larang lihat: https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Asal-mula_nama. Paul, penerbit website