ﻛﺴﻠﺘﺎﻧﻦ سمباس
Kesultanan Sambas: 1671 – 1950.
Kesultanan ini adalah kesultanan yang terletak di wilayah pesisir utara Provinsi Kalimantan Barat atau wilayah barat laut Pulau Kalimantan dengan pusat pemerintahannya adalah di Kota Sambas sekarang. Kesultanan Sambas adalah penerus pemerintahan dari beberapa kerajaan yang disebut “kerajaan Sambas Kuno” (1300-1675) sebelumnya.
Gelar raja Sambas: Pangeran Ratu.
The Sultanate of Sambas: 1671 – 1950. Located in West Kalimantan Province.
Before there were several kingdoms, called the “Ancient Kingdom of Sambas”, 1300 – 1675.
The title of the king is: Pangeran Ratu.
For english, click here
Lokasi Kabupaten Sambas
Kesultanan Sambas
* Foto kesultanan Sambas: link
* Foto Istana Alwatzikoebillah: link
* Video sejarah kesultanan Sambas: link
Garis kerajaan-kerajaan di Kalimantan: link
Foto kerajaan-kerajaan di Kalimantan
* Foto sultan dan raja yang masih ada di Kalimantan: link
* Foto raja2 di Kalimantan dulu: link
* Foto istana kerajaan di Kalimantan: link
* Foto Kalimantan dulu: link
* Foto perang belanda di Kalimantan, abad ke-19: link
KESULTANAN SAMBAS, 1671 – 1950
1) Tentang Raja
Gelar raja Sambas: Pangeran Ratu.
2009
HRH Pangeran Ratu Muhammad Tarhan Winata Kesuma, putera Pangeran Ratu Winata Kusuma sebagai Pewaris Kepala Rumah Tangga Istana Kesultanan Sambas. Saat itu beliau masih minor.
2008
Pangeran ratu Winata Kesuma meninggal.
Sultan kerajaan Sambas, Pangeran Ratu Muhammad Tarhan Winata Kesuma bersama isteri (mei 2019)
2) Sejarah kerajaan Sambas, 1671 – 1950
- Kerajaan Wijaya Pura sekitar abad 7 M – 9 M.
- Kerajaan Nek Riuh sekitar abad 13 M – 14 M.
- Kerajaan Tan Unggal sekitar abad 15 M.
- Panembahan Sambas (Ratu Sepudak) pada abad 16 M.
- Kesultanan Sambas pada abad 17 M – 20 M.
Kerajaan Sambas atau nama resminya kesultanan Melayu Sambas berdiri di wilayah pesisir utara Provinsi Kalimantan Barat, tepatnya di Kota Sambas sekarang. Dari sumber Kitab Negarakertagama, kerajaan ini diperkirakan telah berdiri sebelum abad ke-14. Namun, kala itu belum bercorak Islam dan namanya bukan Sambas, hanya dijelaskan bahwa rajanya bergelar “Nek”. Adapun kesultanan Sambas berdiri pada 1671.
Lokasi kerajaan Sambas, 1880
Sejarah berdirinya cikal bakal kesultanan Sambas bermula dari kesultanan Brunei. Saat diperintah oleh Sultan Abdul Jalilul Akbar, terdapat isu bahwa Pangeran Muda Tengah akan merebut takhta. Untuk menghindari perebutan wilayah, Sultan Abdul Jalilul Akbar memberikan wilayah Serawak kepada Pangeran Muda Tengah. Mulai 1629, Pangeran Muda Tengah menjadi Sultan di Serawak dengan gelar Sultan Ibrahim Ali Omar Shah, yang kemudian dikenal dengan Sultan Tengah (1671 – 1682).
Suatu ketika, Sultan Tengah, yang melakukan perjalanan dari Johor, terdampar di pantai yang masuk wilayah kesultanan Sukadana. Sultan Tengah kemudian mengunjungi istana Sukadana dan mendapat sambutan yang hangat dari rajanya, Sultan Muhammad Shafiuddin (Digiri Mustika) dan diijinkan untuk tinggal dalam waktu yang lama. Setelah saling mengenal, Sultan Muhammad Shafiuddin menikahkan Sultan Tengah dengan putrinya yang bernama Putri Surya Kesuma.
Dari pernikahan itu, Sultan Tengah dan Putri Surya Kesuma dikarunai anak laki-laki yang diberi nama Sulaiman. Setelah beberapa tahun menetep di Sukadana, Sultan Tengah bersama pengikut setianya pindah ke sekitar Sungai Sambas pada 1638, yang saat itu terdapat kerajaan Panembahan Sambas.
Begitu sampai, Sultan Tengah mendapat sambutan dari Ratu Sapudak, yang berkuasa di Panembahan Sambas. Ratu Sapudak pun mengijinkan rombongan Sultan Tengah mendirikan perkampungan di sebuah tempat tidak jauh dari pusat pemerintahannya.
Ketika putranya, Sulaiman, beranjak dewasa, Sultan Tengah menikahkannya dengan putri bungsu Ratu Sapudak yang bernama Mas Ayu Bungsu. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Bima. Tidak lama kemudian, Raden Sulaiman diangkat untuk menjabat sebagai Menteri Besar Panembahan Sambas bersama Raden Arya Mangkurat.
Setelah Sultan Tengah meninggal, Raden Sulaiman mendapat tekanan dan ancaman dari Raden Arya Mangkurat. Demi keselamatannya dan keluarganya, Raden Sulaiman memutuskan mundur dan pindah ke Kota Bandir.
Sekitar empat tahun menetap di Kota Bandir, tiba-tiba para petinggi dan penduduk Panembahan Sambas mencari tempat menetap yang baru di wilayah Sungai Selakau. Hal ini dilakukan karena mereka tidak tahan menghadapi Raden Arya Mangkurat. Raden Sulaiman kemudian diminta untuk memulai pemerintahan baru. Oleh karena itu, Raden Sulaiman akhirnya mendirikan kerajaan baru pada 1671, yang bernama kesultanan Sambas. Raden Sulaiman menjadi pendiri sekaligus raja pertamanya dengan gelar Sultan Muhammad Shafiuddin I (1682 – 1718). Adapun pusat pemerintahan Kesultanan Sambas berada di dekat muara Sungai Tebrau yang bernama Lubuk Madung.
Perkembangan pada masa pemerintahan Raden Bima, yang bergelar Sultan Muhammad Tajuddin (1718 – 1732) , ibu kota kerajaan dipindah ke percabangan tiga sungai, yaitu Sungai Sambas, Sungai Tebrau, dan Sungai Subah. Tempat itu kemudian dikenal dengan nama Muara Ulakkan, yang menjadi pusat pemerintahan kesultanan Sambas hingga saat ini.
Kesultanan Sambas menjadi kerajaan terbesar di wilayah pesisir barat Kalimantan dari paruh pertama abad ke-18 hingga paruh pertama abad ke-19. Hingga awal abad ke-19, atau pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali Shafiuddin I (1815 – 1828) (Pangeran Anom), kesultanan Sambas dalam kondisi berdaulat penuh. Namun sekitar tahun 1805 hingga tahun 1811, terjadi pertempuran di laut antara Inggris dengan angkatan laut kesultanan Sambas. Setelah pasukan Inggris dipukul mundur, giliran Belanda yang datang dan mulai menanamkan pengaruhnya di kesultanan Sambas. Berawal dari hubungan dagang, Belanda mulai memiliki pengaruh besar dalam urusan internal kesultanan Sambas pada tahun 1855.
Masa pendudukan Jepang Pengaruh Belanda baru hilang dari kesultanan Sambas ketika Jepang resmi berkuasa di Indonesia. Namun, Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin, yang berkuasa di Sambas, dibunuh Jepang karena dituduh akan melakukan pemberontakan.
Pembunuhan juga dilakukan terhadap para tokoh di Kalimantan Barat saat itu. Peristiwa kekejaman Jepang tersebut terkenal dengan Peristiwa Mandor.
Foto Sultan Muhammad Mulia Tsafioeddin Sambas beserta istri dan Sultan Sintang Raden Danu Perdana Al Mukkaram beserta istri yang juga adik Sultan Sambas.
Masa Pemerintahan Raden Danu Perdana Kusuma Negara IV pada tahun 1934 M – 1944 M (1353 H – 1363 H), kejadiannya berkisar tahun -tahun itu. Istana Kesultanan Sintang dengan bentuk seperti saat ini dikerjakan sekitar tahun 1936/1937.
Setelah memerintah kira-kira 4 tahun, Sultan Muhammad Ali Shafiuddin II wafat. Pemerintahan Kesultanan Sambas diserahkan kepada keponakannya yaitu Raden Muhammad Mulia Ibrahim bin Pangeran Adipati Achmad bin Sultan Muhammad Shafiuddin II menjadi Sultan Sambas ke-15 dengan gelar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin inilah, pasukan Jepang masuk ke Sambas. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin kemudian menjadi salah seorang korban keganasan pasukan Jepang, yaitu bersama dengan sebagian besar raja-raja lainnya yang ada di wilayah Borneo Barat ini dibunuh pasukan Jepang di daerah Mandor.
Setelah jepang di bom atom oleh Sekutu, pemerintahan kesultanan Sambas berdiri kembali oleh sebuah Majelis Kesultanan Sambas dibawah pimpinan Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma Muchsin Panji Anom, hingga kemudian dengan terbentuknya Republik Indonesia Serikat, Majelis Kesultanan Sambas kemudian memutuskan untuk bergabung dalam Republik Indonesia Serikat melalui Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) pada tahun 1950.
– Sumber dan sejarah lengkap: Wiki
Sultan Muhammad Tsafiuddin II
3) Pertempuran Sambas – Inggris, 1812
Untuk pertemuran Sambas – Inggris tahun 1812, klik di sini
4) Daftar Raja
Sultan-Sultan Sambas seluruhnya berjumlah 15 Sultan yaitu:
* 1671 – 1682: Sultan Muhammad Shafiuddin I bin Sultan Ibrahim Ali Omar Shah (Sultan Tengah)
* 1682 – 1718: Sultan Muhammad Tajuddin bin Sultan Muhammad Shafiuddin I
* 1718 – 1732: Sultan Umar Aqamaddin I bin Sultan Muhammad Tajuddin
* 1732 – 1762: Sultan Abubakar Kamaluddin bin Sultan Umar Aqamaddin I
* 1762 – 1786) dan (1793 – 1802): Sultan Umar Aqamaddin II bin Sultan Abubakar Kamaluddin
* 1786 – 1793: Sultan Achmad Tajuddin bin Sultan Umar Aqamaddin II
* 1802 – 1815: Sultan Abubakar Tajuddin I bin Sultan Umar Aqamaddin II
* 1815 – 1828: Sultan Muhammad Ali Shafiuddin I bin Sultan Umar Aqamaddin II
* 1828- 1832: Sultan Usman Kamaluddin bin Sultan Umar Aqamaddin II
* 1832 – 1846: Sultan Umar Aqamaddin III bin Sultan Umar Aqamaddin II
* 1846 – 1854: Sultan Abu Bakar Tajuddin II bin Sultan Muhammad Ali Shafiuddin I
* 1854 – 1866: Sultan Umar Kamaluddin bin Sultan Umar Aqamaddin III
* 1866 – 1924: Sultan Muhammad Shafiuddin II bin Sultan Abubakar Tajuddin II
* 1924 – 1926: Sultan Muhammad Ali Shafiuddin II bin Sultan Muhammad Shafiuddin II
* 1931 – 1944: Sultan Muhammad Ibrahim Shafiuddin bin Pangeran Adipati Achmad bin Sultan Muhammad Shafiuddin II ( Sultan Sambas Terakhir )
* 1944 – 1984: Pangeran Ratu Muhammad Taufik bin Sultan Muhammad Ibrahim Shafiuddin (Kepala Rumah Tangga Istana Kesultanan Sambas)
* 2000 – 2008: Pangeran Ratu Winata Kusuma bin Pangeran Ratu Muhammad Taufik (Kepala Rumah Tangga Istana Kesultanan Sambas)
* sejak 2008: Pangeran Ratu Muhammad Tarhan bin Pangeran Ratu Winata Kesuma sebagai Pewaris Kepala Rumah Tangga Istana Kesultanan Sambas.
– Sumber: Wiki
– List of kings: Wiki
Sultan Muhammad Shafiuddin II (Sultan Sambas ke-13, duduk) bersama sebagian Pangeran Kesultanan Sambas didepan Istana Kesultanan Sambas yang lama pada tahun 1895 M.
5) Istana
Nama: Istana Alwatzikhoebillah.
Sebelum hijrah ke Lubuk Madung (lokasi istana), Raden Sulaiman bertempat tinggal di Kota Lama (pusat Kerajaan Sambas) bersama istrinya Mas Ayu Bungsu (putri Ratu Sepudak, penguasa Kerajaan Sambas). Setelah difitnah, ia pun memboyong keluarganya ke Kota Bangun, tempat dimana dulu ia menetap di Sambas sebelum ia menikah dengan Mas Ayu Bungsu.
Setelah berhasil membangun Kota Bangun, bahkan lebih maju dari Kota Lama, Raden Sulaiman memutuskan pindah ke Lubuk Madung. Lubuk Madung merupakan pertemuan tigas sungai, yaitu Sungai Subah, Sungai Sambas Kecil, dan Sungai Teberau.Kemudian, di lokasi tersebutlah didirikan Istana Kesultanan yang hingga sekarang dikenal dengan nama Istana Alwatzikoebillah.
* Foto Istana Alwatzikoebillah, kerajaan Sambas: link
* Tentang Istana Alwatzikhoebillah di Wiki: Wiki
Istana Alwatzikhoebillah
6) Makam raja raja kerajaan Sambas
Denah Makam-makam Sultan-Sultan Sambas dari Sultan Sambas ke-1 yaitu Sultan Muhammad Shafiuddin I hingga Sultan Sambas ke-14 yaitu Sultan Muhammad Ali Shafiuddin II sedangkan satu-satunya Makam Sultan Sambas yang tidak berada di Kota Sambas adalah Sultan Sambas ke-15 yaitu Sultan Muhammad Ibrahim Shafiuddin karena terbunuh di daerah Mandor oleh tentara jepang bersama seluruh Raja-Raja lainnya yang ada di Kalimantan Barat.
Makam Sultan Abubakar Tadjoeddin II
Klik foto untuk besar !
7) Peta Kalimantan kuno
Untuk peta-peta Kalimantan kuno (1570, 1572, 1594, 1601, 1602, 1740, 1747, 1760, 1835), klik di sini.
Peta Kalimantan (Borneo) tahun 1601
9) Sumber kesultanan Sambas
– Sejarah kesultanan Sambas di Wiki: link
– Sejarah kesultanan Sambas: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
– Sejarah dan peninggalan kerajaan Sambas: http://biacksambas.blogspot.co.id/
– Daftar Raja Sambas: Wiki
– Tentang Istana Alwatzikhoebillah di Wiki: Wiki
Kerajaan-kerajaan di Kalimantan barat abad ke-19 dan awal abad ke-20