Wajo, kerajaan / Prov. Sulawesi Selatan – kab. Wajo

Bendera Pusaka Kerajaan Wajo

Lambang kerajaan Wajo
.

Kerajaan  Wajo (1399–1957), adalah kerajaan Suku Bugis, terletak di Sulawesi, Kab. Wajo, prov. Sulawesi Selatan.
Kerajaan Wajo didirikan pada sekitar abad ke-15 dan berubah menjadi kesultanan Islam setelah ditaklukkan kesultanan Gowa-Tallo pada abad ke-17. Memasuki abad ke-18, kerajaan Wajo mencapai puncak kejayaan ketika berhasil menggantikan kebesaran kesultanan Bone.
Wajo adalah kelanjutan dari kerajaan sebelumnya yaitu kerajaan Cinnongtabi.

The kingdom of Wajo (1399-1957) was located South Sulawesi. The Wajo Kingdom was founded around the 15th century and turned into an Islamic sultanate after being conquered by the Gowa-Tallo sultanate in the 17th century. Entering the 18th century, the kingdom of Wajo reached its peak of glory when it succeeded in replacing the greatness of the Sultanate of Bone.
Before the kingdom of Wajo there was the kingdom of Cinnongtabi.
The title of the king is Arung.
For english, click here

Lokasi kab. Wajo


Kerajaan Wajo

* Foto kerajaan Wajo: link
* Foto istana “Saoraja Mallangga” istana kerajaan Wajo: link


Garis kerajaan-kerajaan di Sulawesi: link


Foto kerajaan-kerajaan di Sulawesi

* Foto sultan dan raja yang masih ada di Sulawesi: link
* Foto sultan dan raja di Sulawesi dulu: link
* Foto situs kuno di Sulawesi: link


Video sejarah kerajaan-kerajaan di Sulawesi

– Video sejarah kerajaan2 di Sulawesi, 40.000 SM – 2018: link
– Video sejarah kerajaan2 di Sulawesi Selatan, 1M – 2020: link
– Video sejarah kerajaan2 di Sulawesi Tenggara, 50.000 SM – 2020: link
– Video sejarah kerajaan2 di Sulawesi Utara, 4000 SM – sekarang: link


KERAJAAN WAJO

1 Tentang Raja 
2 Sejarah kerajaan Wajo
3 Daftar Raja
4 Persekutuan Tellumpoccoe
5 Tentang mahkota raja Wajo
6 Skema silsilah para raja di Sulawesi Selatan
7 Struktur kerajaan Wajo
8 Sistem pemerintahan kerajaan Wajo
9 Istana / Palace
10 Peta-peta Sulawesi masa dulu
11 Sumber / Source


1) Tentang Arung (Raja)

Tidak ada info tentang raja atau keturunan sekarang.


2) Sejarah kerajaan Wajo, 1399–1957

* Foto kerajaan Wajo: link
* Foto istana “Saoraja Mallangga” istana kerajaan Wajo:
link

Kerajaan Wajo didirikan pada sekitar abad ke-15 dan berubah menjadi kesultanan Islam setelah ditaklukkan kesultanan Gowa-Tallo pada abad ke-17. Memasuki abad ke-18, kerajaan Wajo mencapai puncak kejayaan ketika berhasil menggantikan kebesaran kesultanan Bone.

Sejarah berdirinya kerajaan Wajo

Sejarah berdirinya kerajaan Wajo dikatakan masih gelap karena terdapat beberapa versi cerita. Di antara cerita tersebut ada yang menghubungkan kemunculannya dengan pendirian kampung Wajo oleh tiga anak raja dari kampung tetangga, yaitu Cinnotabi. Kepala keluarga dari mereka kemudian menjadi raja di seluruh Wajo dengan gelar Batara Wajo. Akan tetapi, Batara Wajo yang ketiga dipaksa untuk turun takhta dan dibunuh karena kelakuan buruknya. Sejak saat itu, pengangkatan raja di Wajo tidak lagi turun-temurun, tetapi melalui pemilihan oleh Dewan Perwakilan menjadi Arung Matoa. Maksud dari Arung Matoa di Kerajaan Wajo adalah raja utama atau raja yang dituakan.

Perkembangan kerajaan Wajo

Ketika kerajaan Wajo dipimpin oleh La Tadampare? Puang ri Maggalatung, Arung Matoa IV yang memerintah pada tahun 1491-1521, wilayah kekuasaannya terus meluas hingga menjadi salah satu negeri Bugis yang besar.
Memasuki abad ke-16, posisi Wajo dapat dikatakan setara dengan Luwu, salah satu kekuatan utama di Sulawesi Selatan. Pasalnya, Wajo berhasil mendapatkan sebagian wilayah Sindenreng dan Cina. Namun, keadaan kembali berubah ketika Luwu ditaklukkan oleh kerajaan Bone. Terlebih lagi, Bone juga bersekutu dengan Gowa-Tallo atau kerajaan Makassar untuk melawan Wajo.
Memasuki pertengahan abad ke-16, Bone dan Gowa-Tallo berubah menjadi lawan karena perebutan hegemoni Sulawesi Selatan. Kala itu, Wajo yang telah jatuh ke tangan Gowa-Tallo, akhirnya turut mendukung perang melawan Bone. Membentuk Persekutuan Tellumpoccoe kerajaan Gowa-Tallo ternyata gemar berlaku keras terhadap negeri Bugis bawahannya. Akibatnya, Wajo dan Soppeng justru membentuk Persekutuan Tellumpoccoe bersama Bone pada 1582 M. Persekutuan ini bertujuan untuk meraih kembali kedaulatan tanah Bugis dan menghentikan laju kerajaan Gowa-Tallo.
Upaya ketiga negeri Bugis ini pun berhasil mematahkan serangan Gowa-Tallo ke Wajo (1582), begitu pula dengan serangan ke Bone (1585 dan 1588), dan serangan 1590.

La Taddampare dari Kerajaan Wajo

Masuknya Islam ke kerajaan Wajo

Masuknya Islam ke kerajaan Wajo Terlepas dari beberapa serangannya yang mengalami kegagalan, kerajaan Gowa-Tallo tetap berkembang menjadi kekuatan utama di Semenanjung Sulawesi Selatan yang menyokong perdagangan internasional dan menyebarkan Islam. Pada akhirnya, kerajaan Gowa-Tallo berhasil menundukkan dan mengislamkan Soppeng (1609), Wajo (1610), dan Bone (1611).
Akan tetapi, kerajaan Gowa-Tallo tidak membubarkan Persekutuan Tellumpoccoe dan membiarkan Wajo mengatur urusan dalam negerinya. Selain itu, dari sumber hikayat lokal diketahui bahwa seorang ulama terkenal dari Minangkabau bernama Dato ri Bandang memberikan pelajaran agama Islam kepada raja-raja Wajo dan rakyatnya.

Masa kejayaan kerajaan Wajo

Masa kejayaan kerajaan Wajo menjelang akhir abad ke-17, kerajaan Wajo sempat mengalami masa suram saat memilih mendukung kerajaan Gowa-Tallo menghadapi armada gabungan Bone, Soppeng, Buton, dan VOC. Ketika kerajaan Gowa-Tallo menyerah, Wajo menolak menandatangani Perjanjian Bongaya dan memilih untuk tetap melawan. Perjuangan pun harus terhenti pada 1670, saat ibu kota Kerajaan Wajo yang berlokasi di Tosora jatuh ke pihak VOC dan Bone yang dipimpin oleh Arung Palakka. Setelah itu, rakyat Wajo memilih untuk bermigrasi karena tidak sudi dijajah.
Pada 1726, muncul sosok bernama La Maddukelleng, yang menjadi musuh bebuyutan Belanda. Melihat tekad dan usaha-usahanya untuk membebaskan Wajo dan Sulawesi Selatan dari kekuasaan Belanda, La Maddukelleng kemudian diangkat menjadi Arung Matoa ke-31 pada 1736. Di bawah kekuasaan La Maddukelleng, rakyat dapat memenangkan perang melawan Bone dan kerajaan Wajo dapat direbut kembali dari Belanda. La Maddukelleng pun sempat memajukan kehidupan sosial dan politik Wajo di antara kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan sebelum akhirnya mengundurkan diri pada 1754.

Keruntuhan Kerajaan Wajo

Pada akhir pemerintahan La Maddukelleng, Wajo mulai mengalami pergolakan yang terus berlangsung hingga abad ke-18. Memasuki abad ke-19, Islam semakin mengakar kuat di Wajo. Akan tetapi, kemelut di kerajaan juga tidak kunjung usai karena para anggota dewannya tidak dapat bersepakat untuk memilih Arung Matoa yang baru. Pada 1905, kerajaan Wajo akhirnya takluk kepada Belanda dan menyerahkan semua urusannya kepada pemerintahan kolonial.

Sebagai swapraja di bawah Hindia Belanda dan Indonesia (1905–1957)

Setelah kematian Arung Matoa Ishak Manggabarani (menjabat 1900–1916), Wajo tidak memiliki arung matoa selama satu dekade penuh. Selama masa itu, terjadi beberapa pertikaian yang melibatkan Arung Pénéki sekaligus Datu Larompong La Oddang. Dalam salah satu pertempurannya melawan pasukan Bone, ibu kota Wajo di Sengkang bahkan sempat dibakar oleh musuh. La Oddang naik sebagai arung matoa pada akhir 1926. Pada masa kepemimpinannya, dibuatlah pembagian tugas yang jelas serta kantor-kantor khusus bagi para Petta Ennengngé, sementara jabatan-jabatan dewan perwakilan dihapuskan.

Tahun 1957 Wajo bersama swapraja lain akhirnya menjadi kabupaten. Antara tahun 1950-1957 pemerintahan tidak berjalan secara maksimal disebabkan gejolak pemberontakan DI/TII. Setelah 1957, pemimpin di Wajo adalah seorang Bupati. Wajo yang dulunya kerajaan, kemudian menjadi Onderafdeling, selanjutnya Swapraja, dan akhirnya menjadi kabupaten.
– Sumber dan lengkap: Wiki

La Tenri Oddang ( La Oddang PEro ) Datu Larompong Arung Matoa Wajo XLIV, 1926–1933


3) Daftar Raja

No. Nama Masa jabatan Keterangan
Batara Wajo
1 La Tenribali
2 La Mataesso
3 La Pateddungi To Samallangiʼ Batara Wajo terakhir, diturunkan dari takhta.
Arung Matoa Wajo
1 La Paléwo To Palippu (1474–1481) Pemimpin Wajo pertama yang diangkat melalui pemilihan.
2 La Obbi Settiriwareʼ (1481–1486)
3 La Tenritumpuʼ To Langiʼ (1486–1481)
4 La Tadampareʼ Puang ri Maggalatung (1491–1521)
5 La Tenripakado To Nampé (1524–1535)
6 La Temassongé (1535–1538)
7 La Warani To Temmagiang (1538–1547)
8 La Mallageni (1547)
9 La Mappapuli To Appademmeng (1547–1564)
10 La Pakoko To Pabbéleʼ (1564–1567)
11 La Mungkaceʼ To Uddamang (1567–1607) Arung matoa yang menandatangani Perjanjian Timurung.
12 La Sangkuru Patauʼ Mulajaji (1607–1610) Arung matoa pertama yang memluk agama Islam.
13 La Mappepulu To Appamolé (1612–1616)
14 La Samaléwa To Appakiung (1616–1621)
15 La Pakallongi To Alinrungi (1621–1626)
16 To Mappassaungngé (1627–1628)
17 La Pakallongi To Alinrungi (1628–1636)
18 La Tenrilai To Uddamang (1636–1639)
19 La Sigajang To Bunne (1639–1643)
20 La Makkaraka To Patemmui (1643–1648)
21 La Temmassongeʼ Puanna Daéli (1648–1651)
22 La Parammaʼ To Réwo (1651–1658)
23 La Tenrilai To Sengngeng (1658–1670) Memimpin Wajo dalam Perang Makassar. Gugur dalam Pengepungan Tosora.
24 La Paliliʼ To Malu (1670–1679) Menandatangani perjanjian yang membatasi kekuatan politik, ekonomi dan militer Wajo; awal mula dominasi Bone di tanah Wajo.
25 La Pariusi Daéng Manyampaʼ (1679–1699)
26 La Tenrisessu To Timoé (1699–1702)
27 La Mattoneʼ To Sakkeʼ (1702–1703)
28 La Galigo To Sunia (1703–1712)
29 La Tenriwerrung Puanna Sangngaji (1712–1715)
30 La Saléwangeng To Tenrirua (1715–1736) Memajukan Wajo secara ekonomi dan militer dengan mendukung perdagangan internasional dan membangun gudang senjata di ibukota Tosora.
31 La Maddukelleng (1736–1754) Membebaskan Wajo dari dominasi Bone dan berupaya untuk mengusir Belanda dari Makassar.
32 La Maddanaca (1754–1755)
33 La Passaung Puanna La Omoʼ (1758–1761)
34 La Mappajung Puanna Salowo (1761–1767)
35 La Malliungeng To Alléong (1767–1770)
36 La Mallalengeng (1795–1817)
37 La Manang To Appamadeng (1821–1825)
38 La Paddengngeng Puanna Pallaguna (1839–1845)
39 La Pawellangi Pajumpéroé (1854–1859)
40 La Cincing Akil Ali (1859–1885)
41 La Koro (1885–1891)
42 La Passamulaʼ (1892–1897)
43 Ishak Manggabarani (1900–1916) Menandatangani Korte Verklaring; awal mula penjajahan tidak langsung Belanda atas Wajo
44 La Tenrioddang (1926–1933)
45 Andiʼ Mangkonaʼ (1933–1949) Arung matoa terakhir; Wajo tidak lagi mengangkat arung matoa baru walaupun masih bertahan sebagai swapraja di bawah pemerintahan Indonesia hingga tahun 1957, ketika Wajo diubah menjadi kabupaten.

Resepsi saat Idoel Fitri 1938. Di tangga dari kiri ke kanan: kotak W. M. Remeeus dari Wadjo, Ms Wesseling, calon inspektur Mr JJ Wesseling dari Wadjo dan Aroeng Matowa Wadjo Andi Mangkona


4) Persekutuan Tellumpoccoe

Persekutuan Tellumpoccoe adalah suatu aliansi penting antara tiga kerajaan Bugis di Sulawesi Selatan, yaitu kerajaan Bone, kerajaan Wajo, dan kerajaan Soppeng; dalam menghadapi kekuatan dua kerajaan kembar Makassar, yaitu Gowa-Tallo.
Persekutuan ini dikukuhkan dalam perjanjian pada tahun 1582 di Bunne, Timurung, Bone utara, berupa upacara sumpah disertai menghancurkan telur dengan batu. Bone diakui sebagai saudara tua, Wajo saudara tengah, dan Soppeng saudara muda, yang diurutkan berdasarkan luas masing-masing kerajaan. Ketiga kerajaan akan saling melindungi satu sama lain, dan ekspansi hanya akan diadakan ke luar wilayah tiga kerajaan tersebut. Wajo juga akan dibela apabila Gowa memperlakukannya sebagai budak.
– Untuk lengkap, lihat: https://id.wikipedia.org/wiki/Persekutuan_Tellumpoccoe

Persekutuan Tellumpoccoe


5) Tentang mahkota raja Wajo

Kemanakah rimbahnya mahkota dan lontara Raja Wajo ke-41, La Koro Batara Wajo, 1885 – 1889.

Telah di ceritrakan kepada saya oleh Mendiang Almarhum Ayah Sy … Ayah merupakan turun ke-3 dari Raja ke 41. Dalam ceritanya bahwa Mahkota Raja La Koro (Batara Wajo ) di kenal dengan nama “Songko Kaddaro Ulawennna Batara Wajo” yakni satu mahkota itu yang berukir dan menyerupai bentuk Tempurung Kelapa, terbuat dar emas yang tidak menutup kemungkinan ada kemiripan dari mahkota yang di foto ini.

Dalam kisah yang diceritrakan Ayah bahwa Mahkota itu, pernah di simpan di Saoraja Denra Manu Ugi, bahkan pula ada yang mengatakan pernah juga di simpan oleh putranya pertamanya bernama Jendral I Gusti Andi Jalantek di Tempe, entah manakah yang dualan menyimpan itu barang. Tapi bukti kuat beberapa benda peninggalan beliau masih kita simpan rapih sebagai bagian harta warisan ke kakek kami atau anak ke duanya bernama Bau juncu Arung Tancung.

Selain Mahkota dan ada juga Lontra, menurut Ayahanda di mana lontra itu berisi Sistim Pemerintahan Kerajaan Wajo, Tata aturan pelaksanaan pemerintahan dan tata aturan pengankatan pejabat Kerajaan.
Menurut Ayah Lontra itu di ambil oleh orang belanda di bawah ke negeri Belanda dengan Alasan hendak mempelajari dan menggadakannya,

Menurut Ayahanda Lontra itu pun dilepaskan dari tangannya karna desakan dari petinggi Kerajaan pada masa itu. Isi dari Lontra itu hy sebagaian Ayah mengetahui terutama pada ttg aturan pengangkatan pejabat kerajaan yg secara demokrasinya yg pernah Ayah di ceritakan ke pada sy.
Mahkota dan Lontra masa Raja ke 41 ini, apakah di bawa juga ke negeri belanda, Wallahuwalam …. rimbahnya kita tdk tau lagi.
– Sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=976951582666917&set=a.551527368542676&type=3&theater


7) Struktur pemerintahan Kerajaan Wajo

Untuk struktur pemerintahan kerajaan Wajo, klik di sini.

Bendera kerajaan Wajo


9) Istana: Saoraja Mallangga

Pembangunan istana ini dilakukan pada sekitar tahun 1933.
Pada awal pembangunannya istana ini berfungsi untuk tempat tinggal raja Arung Bettempola dan tidak dikelilingi pagar dan bangunannya tidak terlalu tinggi. Agar setiap warga Wajo yang datang tidak segan dalam menyampaikan pendapatnya pada Arung Matoa saat itu.
Seiring perkembangan zaman, karena istana ini banyak menyimpan benda-benda peninggalan Kerajaan Wajo makanya istana itu diperbaharui dengan memasang pagar di sekelilingnya.
Di dalam istana ini terdapat beberapa lemari-lemari besar berisikan naskah lontara, tombak, keris, buku-buku, bossara atau nampan kue berkaki yang saat ini berfungsi sebagai tempat songkok di atasnya.

– Foto istana “Saoraja Mallangga”: link


10) Peta-peta Sulawesi masa dulu

Untuk peta peta kuno (1606, 1633, 1683, 1700, 1757, 1872, abad ke-19): klik di sini

Peta Sulawesi dan Maluku, tahun 1683


11) Sumber

Sejarah kerajaan Wajo:  https://www.facebook.com/sayaberdarahbugis/posts/1386713788296691:0
Sejarah kerajaan Wajo di Wiki: link
Sejarah singkat terbentuknya kerajaan Wajo:  http://sempugi.org/sejarah-singkat-terbentuknya-kerajaan-wajo/
– Pembentukan kerajaan Wajo: http://wajokab.go.id/index.php/tentang-wajo/profil/profil-kab-wajo/13-profil
– Struktur Kerajaan Wajo: 
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Wajo#Struktur_Kerajaan_Wajo
– Suku Bugis di Wiki: link


Sulawesi Selatan tahun 1590. Biru: persekutuan Tellumpoccoe

————————–

Peta kerajaan Wajo akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20


Leave a comment

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Blog at WordPress.com.

%d bloggers like this: