Kerajaan Salawati (marga Arfan) adalah kerajaan di pulau Salawati, kabupaten Raja Empat, prov. Papua Barat.
The kingdom of Salawati (Arfan clan) was a kingdom in the region Raja Empat, province of West Papua.
For english, click here
Lokasi prov. Papua Barat
Lokasi pulau Salawati, kab. Raja Empat
* Foto raja-raja di Papua yang masih ada: link
* Foto raja-raja di Papua dulu: link
* Foto situs kuno di Papua: link
* Foto suku suku Papua: link
KERAJAAN SALAWATI
Raja sekarang (2019)
Raja Muda Hery Arfan; kepala dinasti kerajaan Salawati.
Tentang Muhammad Aminuddin Arfan
Muhammad Aminuddin Arfan seorang tokoh Muslim dari Kerajaan Islam Salawati yang turut mengantar kedatangan OC. Ottow dan GJ. Geissler –Sang Bapak Gereja di Papua–di Pulau Mansinam, dibuang dan diasingkan ke Maros karena menentang penjajahan Belanda dan meninggal di sana. Habis manis sepah dibuang.
Muhammad Aminuddin Arfan adalah orang penting di Kerajaan Salawati. Ia adalah adik kandung Raja Salawati. Pada saat itu Kerajaan Salawati merupakan bagian dari kekuasaan kerajaan Islam Ternate.
Sesuai prosedur wilayah, setiap tamu yang akan berkunjung ke Papua, mereka harus minta izin ke penguasa kawasan di Salawati yang merupakan bagian kekusaan Ternate. Itu pula yang dilakukan Kerajaan Ternate. Sembari membawa dua orang missionaris berkebangsaan Jerman, Ottow dan Geissler dengan kapal khusus berwarna putih, utusan Kerajaan Ternate pamit dulu dengan Penguasa Kerajaan Salawati, sekaligus meminta beberapa orang untuk mendampingi missionaris yang akan melakukan tugas penginjilan di pulau Mansinam, Manukwari.
Pulau Mansinam dipilih lantaran dianggap masih dihuni mayoritas Animisme. Setelah dua bulan “memperkenalkan” Ottow dan Geisler kepada kepala-kepala adat, barulah Muhammad Aminuddin Arfan kembali ke Salawati. Ironisnya, selang berapa waktu setelahnya, Muhammad Aminuddin Arfan yang memang anti Belanda ditangkap dan diasingkan di Maros. Beliau tidak diperkenankan pulang, dan dibiarkan di sana hingga wafatnya. Di sinilah liciknya para penjajah Salibis. Ditulung malah Mentung (dibantu malah melukai), kata peribahasa Jawa. Air susu dibalas dengan air tuba. Mungkin karena keadaan yang demikian itulah maka perkembangan dakwah Islam di Papua menjadi amat lambat, bahkan mungkin (pernah) terhenti sama sekali.
Rukunuddin Arfan, oldest grandson of last king of Salawati. Sumber foto: donald tick, FB
Sejarah kerajaan Salawati
Menurut cerita rakyat yang beredar, dahulu kala ada seorang wanita yang menemukan tujuh buah telur yang kemudian dia simpan. Di antara tujuh telur tersebut, empat telur menetas menjadi anak laki-laki dan satu telur menetas menjadi anak perempuan, sedangkan dua lainnya berubah menjadi hantu dan batu. Kelima anak tersebut memakai pakaian halus yang konon menjadi ciri khas keturunan raja. Masing-masing dari mereka diberi nama War, Betani, Mohamad, Dohar, dan Pintolee (perempuan).
Setelah dewasa, keempat pangeran tersebut berpisah dan mendirikan kerajaan masing-masing.
War menjadi Raja di Waigeo, Betani menjadi Raja di Salawati, Dohar menjadi Raja di Misool, dan Mohamad menjadi Raja di Waigama.
Sedangkan sang Putri, Pintolee diketahui sedang hamil dan diletakkan dalam kulit Bia (kerang besar) oleh keempat kakaknya dan dihanyutkan hingga terdampar di pulau Numfor.
Satu telur lagi yang berubah menjadi batu diberi nama Kapatnai dan diperlakukan sebagaimana Raja. Batu tersebut disemayamkan di sebuah tempat khusus dan disandingkan dengan dua batu lain yang dianggap sebagai pengawalnya. Hingga kini, batu tersebut menjadi tempat pemujaan masyarakat suku Kawe dan dimandikan setiap satu tahun untuk menghormatinya.
————————-
– Sumber: http://papuaweb.org/dlib/s123/mansoben/05.pdf, p. 17
Daftar Raja Salawati
• Abd al-Kasim (1873-1890)
• Muhammad Amin (1900-1918)
• Bahar ad-Din Arfan (1918-1935)
• Abu’l-Kasim Arfan (1935-?)
– Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Papua_Barat_%28wilayah%29
Raja Salawati pada tahun 1915 yaitu Raja Muhammad Amin
Pangeran Pelangi Arfan
Fort Belanda, du Bus
Fort Du Bus merupakan benteng pertama yang dibangun pemerintah kolonial Hindia Belanda pada tanggal 24 Agustus 1828, yang terletak di Teluk Triton di pantai barat daya Nugini (sekarang di Kabupaten Kaimana, Papua Barat, Indonesia). Awalnya benteng ini didirikan untuk menghambat gangguan dari pasukan kolonial Inggris dari selatan (Australia). Selanjutnya benteng ini menandai dimulainya secara fisik/teknis kehadiran kekuasaan kolonial Belanda di Papua, meskipun daerah tersebut sudah sejak tahun 1823 dianggap oleh pemerintah Belanda sebagai bagian dari tanah jajahan (koloni) Belanda di Kepulauan Nusantara.
Léonard Pierre Joseph du Bus de Gisignies (Gubernur Jenderal Hindia Belanda sejak 4 Februari 1826 sampai dengan 16 Januari 1830).
Nama benteng ini diambil dari nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa saat itu, L.P.J. Burggraaf du Bus de Gisignies.
Fort Belanda, du Bus tahun 1828
DAFTAR DAN SEJARAH KERAJAAN-KERAJAAN DI PAPUA
Untuk daftar kerajaan-kerajaan di Papua Barat, sejarah kerajaan-kerajaan di Fak Fak dan sejarah kerajaan-kerajaan di Raja Empat, klik di sini
Papua, 1620 M
Peta-peta kuno Papua
Untuk peta-peta kuno Papua tahun, 1493, 1600, 1699, 1700-an, 1740, 1857 1857, klik di sini
Peta tahun 1493
Sumber kerajaan-kerajaan di Papua
– Sejarah kerajaan2 Papua Barat: https://id.wikipedia.org/
– Sejarah kerajaan2 di Semenanjung Onin: https://id.wikipedia.org/wiki/Semenanjung_Onin
– Sejarah kerajaan2 di Papua Barat: http://marlinapuspita3.blogspot.co.id/
– Kerajaan2 di Semenanjung Bomberai: https://id.wikipedia.org/
– Kerajaan2 di kepulauan Raja empat: https://id.wikipedia.org/
maaf.. saya Muchlis Arfan Salah satu dari keturunan kerajaan Salawati.
artikel yg di muat pada halaman ini yg menceritakan tentang penguasaan kerajaan ternate atas kerjaan salawati tidak benar.
dan yg di asingkan di maros sulawesi selatan ialah Muhammad Ali Arfan atau dikenal sebaga FUNTUSAN Salawati anak dari Aminudin Arfan.
KYT, terima kasih atas mail anda. Anda bisa kirim cerita yang betul menurut anda. Kita akan publikasikan info itu. Dengan hormat, penerbit website, Paul