Manggarai – kerajaan Manggarai / P. Flores – prov. Nusa Tenggara Timur

Kerajaan Manggarai terletak di pulau Flores, bagian barat, Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat. Pada tahun 1925, melalui suatu surat keputusan dari Belanda, Manggarai menjadi suatu kerajaan, yaitu kerajaan Manggarai.

The kingdom of Manggarai was located on the west part of the island of Flores. In 1925, through a decree from the Netherlands, Manggarai became one kingdom.
For english, click here

Lokasi pulau Flores

————————-

Kerajaan-kerajaan di Flores abad ke-17/18


Foto kerajaan-kerajaan di P. Flores

* Foto raja-raja yang ada sekarang di Flores: link
* Foto raja-raja yang dulu ada di Flores: link

* Foto pulau Flores dulu: link
* Foto situs kuno di pulau Flores: link
* Foto wilayah Manggarai: link


KERAJAAN MANGGARAI

Tentang Raja sekarang (2021)

Kepala dinasti Manggarai, Raja Muda Alexius Ngambut bersama isteri – Sumber: silvia prastyo, fb

Comment of mr D.Tick on this on 2-2-2014 (mr D. Tick, Pusat Dokumentasi Kerajaan2 di Indonesia “Pusaka”)

Mereka bukan keluarga kerajaan Manggarai, tetapi districtrulers dari Reo di bawah Sultan Bima. Ketika kerajaan Manggarai dibuat di bawah Raja Alexander Baroek, sub-kerajaan ini terintegrasi di Manggarai dan berhenti untuk eksis. Sub-kerajaan yang lain di Manggarai kemudian diakui oleh Belanda adalah Labuhan Bajo di bawah raja lain yang disebut Daeng Melawa.
Kedua penguasa turun tahta 21-9-1929. Ketika Manggarai harus menjadi kerajaan independen baru, mereka juga berpikir untuk membuat anak sultan Bimas raja baru Manggarai, tapi kemudian mereka memilih untuk dinasti lebih lokal. Raja Alexander Baroek menjadi raja yang pertama di bawah satu kabupaten. Saudaranya adalah raja terakhir di Manggarai, disebut Raja Constantinus Ngambut.

Petinggi pemerintahan ke istana raja kerajaan Manggarai saat pemakamannya. Tahun 1949 — donald tick, Facebook


Sejarah kerajaan Manggarai

Tahun 1907 Belanda masuk ke Manggarai dan hendak mendirikan pusat kekuasaan sipil di Todo. Namun, karena topografinya yang kurang baik, lalu pindah ke Puni, Ruteng. Secara resmi Belanda menaklukan Manggarai pada 1908.
Ketika Belanda mulai menguasai Manggarai, Raja Todo (1914-1924) yaitu Kraeng Tamur dipindahkan ke Puni.
Dalam perjalanan sejarahnya, Belanda melihat Manggarai yang meliputi Wae Mokel awon (batas timur) dan Selat Sape salen (batas barat) adalah satu kesatuan yang utuh. Tidak ada lagi Cibal, tidak ada lagi Todo, tidak ada lagi Bajo, maka disebutlah Manggarai.

Dalam perjalanan sejarahnya, Belanda melihat Manggarai yang meliputi Wae Mokel awon (batas timur) dan Selat Sape salen (batas barat) adalah satu kesatuan yang utuh. Tidak ada lagi Cibal, tidak ada lagi Todo, tidak ada lagi Bajo, maka disebutlah Manggarai.

Karena itulah, pada tahun 1925, melalui suatu surat keputusan dari Belanda, Manggarai menjadi suatu kerajaan dan diangkatlah orang Todo-Pongkor menjadi raja pertama yaitu Raja Bagung dari Pongkor.
Kerajaan Manggarai bentukan Belanda ini terdiri atas 38 kedaluan. Bersamaan dengan diangkatnya Raja Bagung, Belanda juga menyekolahkan Kraeng Alexander Baruk ke Manado.

Alexander Baruk adalah anak dari Kraeng Tamur, raja Todo. Tahun 1931/1932, Alexander Baruk kemali dari sekolahnya. Lalu, kemudian diangkat menjadi raja Manggarai. Namun, karena raja Bagung masih hidup, maka keduanya tetap raja. Raja Bagung sebagai “raja bicara” sedangkan yang mengambil keputusan adalah Raja Baruk. Sehingga dulu ada istilah putus le Kraeng Wunut, bete le kraeng Belek.
Kekuasaan keduanya berakhir saat keduanya meninggal dunia. Raja Bagung meninggal 1947. Sedangkan, Raja Baruk meninggal 1949. Kemudian, keduanya diganti oleh Kraeng Langkas atau Kraeng Constantinus Ngambut, juga dari Todo, menjadi raja hingga 1958.


Daftar raja kerajaan Manggarai

* Alexander Baruk adalah anak dari Kraeng Tamur, raja Todo. Tahun 1931/1932; kembali dari sekolahnya. Lalu, kemudian diangkat menjadi raja Manggarai. Namun, karena raja Bagung masih hidup, maka keduanya tetap raja. Meninggal 1949.
* Raja Bagung sebagai “raja bicara” sedangkan yang mengambil keputusan adalah Raja Baruk. Sehingga dulu ada istilah putus le Kraeng Wunut, bete le kraeng Belek. Meninggal 1947.
Kekuasaan keduanya berakhir saat keduanya meninggal dunia. Raja Bagung meninggal 1947. Sedangkan, Raja Baruk meninggal 1949.
Kemudian, keduanya diganti oleh Kraeng Langkas atau Kraeng Constantinus Ngambut, juga dari Todo, menjadi raja hingga 1958.
* Kraeng Constantinus Ngambut.  Alexander Baruk dan Raja Bagung keduanya diganti oleh Kraeng Langkas atau Kraeng Constantinus Ngambut, juga dari Todo, menjadi raja hingga 1958.

——————————
Kraeng Tamur, dalu Todo, Flores, 1926.

 


Sejarah wilayah Manggarai

Tulisan di bawah merupakan karya dari Vianney Andro Prasetyo, seorang alumni Australian National University.
http://www.floresa.co/

Kawasan Barat Flores (Manggarai) pada masa lampau dikuasai oleh Kerajaan Bima hingga pada awal tahun 1900 (Steenbrink 2013). Bima menjadi Kerajaan Islam karena pengaruh Penguasa kesultanan Gowa yang memeluk Islam pada tahun 1605 dan kemudian membentuk Kesultanan Makassar. Bima yang saat itu menjadi taklukan Gowa kemudian memeluk agama Islam (Steenbrink 2013). Sebagai daerah taklukan, Bima mengirim upeti kepada penguasa Gowa yang juga diambil dari tanah Manggarai seperti hasil bumi dan ternak (Daeng 1995).

Keadaan ini bertahan hingga tahun 1667 saat diadakan Perjanjian Bungaya antara VOC dan Kerajaan Gowa yang saat itu menguasai Bandar Makassar. Gowa yang merasa dirugikan oleh perjanjian tersebut tetap melakukan perlawanan dibawah pimpinan Sultan Hasanuddin hingga akhirnya dikalahkan oleh VOC pada 1669. Perlawanan ini dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669).
Daerah yang berhasil lepas dari kekuasaan Gowa akibat perjanjian dan perang ini adalah Makassar, Bone dan Bima. Pada tahun 1669, Bima kemudian menyerah dan menandatangi suatu perjanjian dagang dengan VOC. Selanjutnya, Bima menjadi penguasa tunggal atas Manggarai yang diakui oleh VOC (Daeng 1995).

Pemakaman raja kerajaan Manggarai, Alexander Barroek (1930-1949). – Sumber: Collection family Degens-Voorschoten-Holland — donald tick, Facebook

1949: Pemakaman raja Manggarai - P. Flores

Pada tahun 1700-an atau mungkin sebelumnya, di Manggarai telah ada suatu sistem pemerintahan dari tiga kelompok masyarakat yang cukup besar, yaitu Todo, Cibal dan Bajo (Daeng 1995). Pada tahun 1727, seorang putra Sultan Bima mempersunting seorang Putri dari Kesultanan Makassar, Puteri Daeng Tamima.
Kawasan Manggarai kemudian diserahkan sebagai hadiah perkawinan dan Puteri Daeng Tamima mendirikan Kerajaan Islam di Reo, pantai utara Manggarai. Sultan Musa Lani Alima dari Bima ternyata tidak setuju menjadikan Manggarai sebagai hadiah kepada Kesultanan Makassar. Maka, pada tahun 1732 dibentuklah persekutuan dengan Bajo untuk menyerang Reo dari laut dan mengusir orang Makassar di Reo. Akan tetapi, serangan ini gagal sehingga disusun kekuatan baru dengan bantuan Todo dari arah selatan (Daeng 1995).

Todo menggunakan kesempatan ini untuk memperoleh hegemoni dan pengaruh atas pedalaman Manggarai dengan menaklukkan penguasa-penguasa lokal di pedalaman. Akibat kekuatan yang tidak seimbang, maka Puteri Daeng Tamima akhirnya menyerah dan kembali ke Makassar. Dengan demikian pengaruh Bima atas Manggarai tetap dapat dipertahankan (Daeng 1995).

Setelah mengamankan kekuasaan di Manggarai, Bima menjadikan Reo sebagai pusat pemerintahan di Manggarai dengan mengangkat perwakilan Sultan Bima yang disebut Naib. Perwakilan Sultan Bima yang kedudukannya lebih rendah dari perwakilan di Reo juga ditempatkan di Labuan Bajo, Pota dan Bari. Di Manggarai, Kesultanan Bima mempelopori suatu sistem pemerintahan yang disebut kedaluan dan gelarang. Gelarang memiliki status dibawah Kedaluan (Daeng 1995).

Pada tahun 1732, situasi struktur pemerintahan di Manggarai adalah perwakilan Sultan Bima di Reo, Pota, Bari dan Labuan Bajo, tiga dalu besar; Todo, Cibal dan Bajo yang tidak mempunyai hubungan koordinatif dengan Naib di Reo dan juga dalu-dalu kecil lainnya. Selanjutnya, Dalu Todo juga membawahi tiga belas kedaluan yang lebih kecil yaitu Kolang, Lelak, Wontong, Welak, Ndoso, Ndeles, Rahong, Ruteng, Poco Leok, Torok Golo, Sita, Riwu dan Manus, namun tetap membayar upeti kepada Naib di Reo. Sementara itu, Dalu Cibal dan Dalu Bajo tidak membawahi dalu-dalu kecil lainnya namun juga membayar upeti kepada Naib di Reo (Daeng 1995).

Kedaluan yang mempunyai hubungan koordinatif dengan Naib di Reo adalah Ruis, Pasat, Nggalak, Rego, Pacar, Boleng, Kempo, Nggorang, Mburak, Lo’ok dan Lambaleda. Sementara itu, kedaluan yang berada dalam garis koordinatif dengan Naib di Pota adalah Congkar, Biting dan Rembong (Daeng 1995). Seiring dengan berkembangnya daerah kekuasaan Bima di Manggarai dan juga daerah kekuasaan Dalu besar yang ada maka jumlah kedaluan di Manggarai pun bertambah. Pada perkembangannya, daerah Manggarai terbagi dalam 38 kedaluan (Steenbrink 2013).

Pada tahun 1925, melalui suatu surat keputusan dari Belanda, Manggarai menjadi suatu kerajaan dan diangkatlah orang Todo-Pongkor menjadi raja pertama yaitu Raja Bagung dari Pongkor.
Kerajaan Manggarai bentukan Belanda ini terdiri atas 38 kedaluan. Bersamaan dengan diangkatnya Raja Bagung, Belanda juga menyekolahkan Kraeng Alexander Baruk ke Manado.

Alexander Baruk adalah anak dari Kraeng Tamur, raja Todo. Tahun 1931/1932, Alexander Baruk kemali dari sekolahnya. Lalu, kemudian diangkat menjadi raja Manggarai. Namun, karena raja Bagung masih hidup, maka keduanya tetap raja. Raja Bagung sebagai “raja bicara” sedangkan yang mengambil keputusan adalah Raja Baruk. Sehingga dulu ada istilah putus le Kraeng Wunut, bete le kraeng Belek.

Kekuasaan keduanya berakhir saat keduanya meninggal dunia. Raja Bagung meninggal 1947. Sedangkan, Raja Baruk meninggal 1949. Kemudian, keduanya diganti oleh Kraeng Langkas atau Kraeng Constantinus Ngambut, juga dari Todo, menjadi raja hingga 1958.


Istana kerajaan Manggarai

Situs bekas istana raja Manggarai ini terletak di jantung kota Ruteng yang di kelilingi oleh jalan raya di sekitarnya. Pada situs ini kini berdiri sebuah bangunan yang disebut dengan Rumah Mbaru Wunut. Bangunan rumah panggung yang berdenah dasar lingkaran dengan atap berbentuk kerucut yang disusun menyerupai pola jaring laba-laba. Pembangunan rumah tersebut menggunakan kayu sebagai bahan dasarnya, terlihat dari bagian dasar, dinding maupun atap, serta ditutup dengan ijuk pada bagian atasnya. Pada awalnya di situs ini berdiri sebuah bangunan istana Raja Alexander Baroek, keturunan Mashur yang diangkat oleh Belanda. Namun, bangunan istana lama tersebut telah terbakar pada tahun 1992 dengan kondisi keseluruhan bangunan telah ludes, yang tersisa hanya tiang-tiang bagian dasar bangunan. Selanjutnya, setelah beberapa tahun dibiarkan kosong. Pembangunan mulai dilakukan lagi oleh pemerintah daerah dengan pembangunan Rumah Mbaru Wunut yang dibuat sama sesuai dengan bangunan yang terbakar sebelumnya. Bangunan baru dibangun diatas tiang-tiang dasar bangunan sebelumnya, kemudian mengikuti bentuk dan arsitektur bangunan sebleumnya.

1 mangg


DAFTAR KERAJAAN-KERAJAAN DI P. FLORES DAN SEJARAH P. FLORES

Untuk daftar kerajaan-kerajaan di P. Flores dan sejaah P. Flores, klik di sini

Kerajaan-kerajaan di P. Flores, 1920 M

Flores - NTT, 1920 M


Peta kuno pulau Flores
Klik di sini untuk peta kuno pulau Flores, 1493, 1653, abad ke-17, 1725, 1756, 1700-an.

Flores, tahun 1653


Sumber sejarah kerajaan Manggarai

https://www.pegipegi.com
https://floresa.co/

Sumber sejarah pulau Flores

– Sejarah P. Flores: https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Flores
– Sejarah P. Flores: https://www.tourfloreskomodo.com/
– Sejarah P. Flores: http://sastra-indonesia.com/
– Sejarah Flores memeluk Katolik: https://m.tempo.co/read/
– Sejarah P. Flores: http://pulau-flores.blogspot.com/

Sumber sejarah wilayah Manggarai

– Sejarah wilayah Manggarai: https://floresa.co/
– Sejarah wilayah Manggarai: http s://floresku.com/
– Sejarah wilayah Manggarai: http://kraengadhy.blogspot.com/

Blog at WordPress.com.