Lamuri, kesultanan / Sumatera – Prov. Aceh, kab. Aceh Besar

Kesultanan Lamuri: abad ke-9 sampai abad ke-15.
Kesultanan Lamuri adalah nama sebuah kerajaan yang terletak di daerah kabupaten Aceh Besar dengan pusatnya di Lam Reh, kecamatan Mesjid Raya. Kerajaan ini adalah kerajaan yang lebih dahulu muncul sebelum berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam, dan merupakan cikal bakal kesultanan tersebut.

Sultanate of Lamuri: 9th century – 15th century.
This kingdom was located on Sumatera, District Aceh Besar, prov. Aceh, with the centre in Lam Reh.
For english, click here

Kab. Aceh Besar


Kesultanan Lamuri

* Foto kesultanan Lamuri: link


Garis kerajaan-kerajaan di Sumatera: link


Foto kesultanan Aceh

* Foto kesultanan Aceh Darussalem: link
* Foto raja-raja kerajaan kecil di Aceh: link
*
Foto Aceh dulu: link
*
Foto perang Aceh-belanda (1873-1903): link


Foto kerajaan-kerajaan di Sumatera

* Foto sultan dan raja yang masih ada di Sumatera: link
* Foto sultan dan raja di Sumatera dulu: link

* Foto Istana kerajaan di Sumatera: link


KERAJAAN LAMURI

Sejarah kerajaan Lamuri, abad ke9 – abad ke15

– Sumber: https://www.kompas.com/stori

Kerajaan Lamuri adalah salah satu kerajaan tertua di ujung barat Pulau Sumatera, yang menjadi cikal bakal kesultanan Aceh Darussalam. Para ahli menduga, kerajaan yang terletak di Lamreh, Aceh Besar, ini telah berdiri sejak abad ke-8 atau ke-9.
Sumber sejarah Melayu menyebut bahwa Lamuri awalnya bercorak Hindu, kemudian diislamkan sesudah kerajaan Samudera, tetapi sebelum kerajaan Pasai. Dibandingkan dengan kerajaan Samudera Pasai dan Aceh Darussalam, kerajaan Lamuri kurang dikenal luas karena minimnya sumber sejarah yang dapat dijadikan rujukan.

Sejarah awal

Secara umum, sumber-sumber sejarah kerajaan Lamuri didapatkan dari catatan-catatan asing. Sumber asing menyebut Lamuri dengan banyak nama, seperti Ramni, Lambri, Lamiri, Ilamuridecam, Lan-wu-li, dan Lanli. Sedangkan Hikayat Aceh mengeja kerajaan Lamuri dengan l.m.ri. Berita tertua mengenai Lamuri berasal dari penulis-penulis Arab, di antaranya adalah Ibnu Khordadhbeh (844-848 M), Sulaiman (955 M), Mas’udi (943 M), dan Buzurg bin Shahriar (955 M). Sementara berita China yang paling tua berasal dari tahun 960 M, yang menyebut bahwa Lamuri menjadi tempat singgah utusan-utusan Persia yang menuju atau pulang dari China.
Pada 1025 M, Lamuri telah menjadi daerah taklukan kerajaan Sriwijaya. Hal ini sesuai dengan informasi yang didapatkan pada Prasasti Tanjore (1030 M), yang memuat laporan ekspedisi Rajendracola Dewa I. Dari catatan Chau Yu Kwa (terbit pada 1225), dapat diketahui bahwa raja Lamuri belum beragama Islam.

Raja juga memiliki dua buah ruang penerimaan tamu di istananya, dan apabila bepergian akan diusung atau mengendarai seekor gajah. Di dalam Kitab Negarakertagama, disebutkan bahwa Lamuri telah menjadi negeri taklukan Majapahit.

Lokasi Lamuri di utara Gayo. Peta 950 M

Wilayah Aceh, 945 M

Hubungan dengan negeri asing

Temuan artefak yang diteliti para ahli mengungkap kerajaan Lamuri dulunya telah menjalin hubungan dagang dengan negeri-negeri asing, seperti China, Vietnam, Thailand, India, serta negara di jazirah Arab. Hubungan dagang dengan negeri asing tersebut didukung oleh letaknya yang sangat strategis, yakni di jalur perdagangan dunia. Dari berita-berita Arab, diketahui bahwa Lamuri adalah negeri penghasil kapur barus dan beberapa hasil bumi lainnya.
Maka tidak heran apabila Lamuri banyak disinggahi kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia yang melakukan hubungan dagang dengan penduduknya. Laksamana Cheng Ho, Marcopolo, dan sejumlah nama lain diketahui pernah singgah di Lamuri. Laksamana Cheng Ho dalam laporannya menyebut bahwa Lamuri dapat ditempuh tiga hari dan tiga malam dari kerajaan Samudera Pasai. Sedangkan Marco Polo, yang tiba di Pulau Sumatera pada 1292, mengungkap bahwa Lamuri tunduk kepada Kaisar China dan diwajibkan membayar upeti secara berkala.

Runtuhnya kerajaan Lamuri

Pada akhir abad ke-15, pusat kerajaan Lamuri dipindahkan ke Makota Alam (sekarang Kuta Alam), karena adanya serangan dari Pidie.

Sejak itu, Lamuri lebih dikenal sebagai kerajaan Makota Alam, mengikuti nama ibu kotanya. Sedangkan kerajaan Aceh, yang saat itu berpusat di Darul Kamal, lebih dikenal sebagai kerajaan Aceh Darul Kamal.
Dua kerajaan yang tidak pernah rukun ini hanya dipisahkan oleh Krueng Aceh atau Sungai Aceh. Dalam Hikayat Aceh, diceritakan bahwa perseteruan dua kerajaan ini dapat diakhiri setelah Raja Syamsu Syah dari kerajaan Makota Alam menjodohkan putranya, Ali Mughayat Syah, dengan putri Raja Darul Kamal. Namun, ketika diadakan arakan untuk mengantarkan mas kawin, Darul Kamal diserang hingga menyebabkan para pembesar dan sultannya tewas.
Alhasil, Sultan Syamsu Syah menjadi penguasa atas dua kerajaan. Pada 1516, putranya, Ali Mughayat Syah, naik takhta dan memindahkan pusat kerajaannya ke Banda Aceh.
Sejak saat itu, dua kerajaan yang disatukan tersebut dikenal dengan nama Kerajaan Aceh Darussalam. Namun, beberapa ahli memiliki pandangan berbeda terkait runtuhnya kerajaan Lamuri dan lantar belakang pendirian kesultanan Aceh Darussalam.
Pandangan lain menyebut bahwa runtuhnya kerajaan Lamuri adalah untuk menghentikan hegemoni bangsa Eropa yang menguasai perdagangan di Selat Malaka. Oleh karena itu, kerajaan-kerajaan di Aceh (termasuk Lamuri), memutuskan untuk bergabung menjadi satu kerajaan yang lebih kuat demi menghadapi bangsa penjajah.

Batu nisan kerajaan Lamuri di Lam Reh


Daftar raja kerajaan Lamuri

– Sumber: https://tengkuputeh.com/

Nama raja-raja awal kerajaan Lamuri dari dinasti Po Liang ini diperoleh dari salinan manuskrip T. Raja Muluk Attahasi, seorang keturunan pembesar Aceh di zaman dahulu, demikian pula juga angka-angka tahunnya.

Maharani Putro Budian (kerajaan Mante) menikah dengan Maharaja Po Liang, yaitu seorang bangsawan Campa dari Indocina yang datang ke Aceh bersama rombongannya karena negerinya diserang musuh yang lebih kuat. Beliau mencari tanah air sambil mengembangkan agama Budha mazhab Hinayana sekte Mantrayana. Setelah menikahi Ratu Mante itu beliau berhasil membudhakan Aceh, dan akhirnya beliau diangkat sebagai raja Lamuri yang pertama.

Adapun dinasti Po Liang yang memerintah kerajaan Aceh Lamuri itu menurut catatan Dada Meuraksa adalah sebagai berikut:

Maharaja Po Liang. Raja Lamuri Budha I.
Maharaja Beuransah. Raja Lamuri Budha II. (Anak nomor 1).
Maharaja Beureuman. Raja Lamuri Budha III. (Anak nomor 2).
Maharaja Binsih. Raja Lamuri Budha IV. (Anak nomor 3).
Maharaja Lam Teuba, Raja Lamuri Islam I. Beliau adalah raja yang termasyur karena keberaniannya, keadilannya, kecerdasannya, dan terutama karena menyambut Islam yang dibawa dan didakwahkan kepadanya oleh seorang Sayid keturunan Rasulullah s.a.w. (754 M).

786: Maharaja Gading. Islam Syiah ke II. Anak no.5 dan cucu no.4.
822: Maharaja Banda Chairullah. Islam Syiah ke III. Anak no.6.
870: Maharaja Cut Samah. Islam Syiah ke IV. Anak no.7.
916: Maharaja Cut Madin. Islam Syiah ke V. Anak no.8.
963: Maharaja Cut Malim. Islam Syiah ke VI. Anak no.9.

1034: Maharaja Cut Seudang. Islam Syiah ke VII. Anak no.10.
1082: Maharaja Cut Samlako. Islam Syiah ke VIII. Anak no.11.
1113: Maharaja Cut Ujo. Islam Syiah ke IX. Anak no.12.
1144: Maharaja Cut Wali. Islam Syiah ke X. Anak no.13.
1171: Maharaja Cut Ubit. Islam Syiah ke XI. Anak no.13 dan adik no.14.

1185: Maharaja Cut Dhiet. Islam Syiah ke XII. Anak no.15.
1201: Maharaja Cut Umbak. Islam Syiah ke XIII. Anak no.16.
1235: Maharani Putro Ti Seuno. Islam Syiah ke XIV. Anak no.17.

Sampai disini berakhirlah kerajaan Lamuri dinasti Po Liang, Maharani Putro Ti Seuno menikah dengan Johan Syah, yang kemudian menjadi Sultan Alaidin Johan Syah, Raja Lamuri Islam Ahlussunnah Wal Jamaah ke I (1205-1235 M).


 Situs kerajaan Lamuri di desa Lamreh

Dari lebih kurang 84 batu nisan yang tersebar di 17 komplek pemakaman, terdapat 28 batu nisan yang memiliki inskripsi. Dari ke-28 batu nisan tersebut diperoleh sebanyak 10 raja yang memerintah Lamuri, 8 orang bergelar malik dan 2 orang bergelar sultan.

* 1419: Malik Syamsuddin
* 1419: Malik ‘Alawuddin
* Muzhhiruddin. Diperkirakan seorang raja, tanggal wafat tidak diketahui.
* 1431: Sultan Muhammad bin ‘Alawuddin
* 1434: Malik Nizar bin Zaid
* 1441: Malik Zaid (bin Nizar?)
* 1439: Malik Jawwaduddin
* 1442: Malik Zainal ‘Abidin
* 1444: Malik Muhammad Syah
* 1503: Sultan Muhammad Syah

– Sumber:  https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Lamuri#Raja-raja

Batu nisan kerajaan Lamuri di Lam Reh


Benteng Indra Patra

Benteng Indra Patra dibangun oleh Kerajaan Lamuri, kerajaan Hindu pertama di Aceh (Indra Patra) pada masa sebelum kedatangan Islam di Aceh, yaitu pada abad ke tujuh Masehi. Benteng ini dibangun dalam posisi yang cukup strategis karena berhadapan langsung dengan Selat Malaka, sehingga berfungsi sebagai benteng pertahanan dari serangan armada Portugis.
– Sumber: https://ksmtour.com/informasi/tempat-wisata/aceh/benteng-indra-patra-bukti-sejarah-hindu-buddha-di-aceh.html


Peta-peta kuno Sumatera

Untuk peta kuno Sumatera (1565, 1588, 1598, 1601, 1616, 1620, 1707, 1725, 1760), klik di sini

Sumatera, tahun 1707


Sumber kerajaan Lamuri

– Sejarah kesultanan Lamuri di Wiki: link
Sejarah kesultanan Lamuri:  http://atalamba.blogspot.co.id/
– Lamuri, cikal bakal kerajaan Aceh: https://www.facebook.com/boy.adityamawardi/
Kesultanan Lamuri dan sisah kejayaanyang terbengkalai:  http://www.kompasiana.com/
Daftar Raja Lamurihttps://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Lamuri#Raja-raja

– Tentang Benteng Indra Patra: Link


Leave a comment

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.